Menulis Dari Penjara Adiksi (#CurhatGue Ep. 08)
5 Februari 2017, 4:15 p.m (GMT+7)
Dua tahun terakhir ini telah saya habiskan dengan mencoba untuk keluar dari sebuah hal yang benar-benar membuatku terkurung. Sebuah hal yang benar-benar membuatku benar-benar kehilangan arah, dan ujungnya gagal menemukan tujuan hidup yang sesungguhnya. Hal tersebut layak dianalogikan sebagai sebuah penjara, yang benar-benar merusak segala sistem spiritual, benar-benar mengurung segala potensi yang ada, benar-benar membatasi imajinasi yang luas, tentang semua mimpi yang telah dibangun selama 21 tahun kehidupan. Dari keinginan untuk menjelajahi dunia, keinginan untuk membahagiakan manusia, atau keinginan untuk sekedar menjadi orang bermanfaat bagi kehidupan.
Ketika kita melihat lebih jauh lagi, terutama ke negara yang menganggap pornografi masih sebagai hal yang biasa. Telah banyak organisasi ataupun perusahaan yang mendukung tindakan anti pornografi tersebut. Meskipun, tidak sedikit juga yang gencar memberikan dukungan terhadap tindakan tersebut. Contoh paling gampangnya di negara bagian California, ketika itu sedang digalakkan sebuah kampanye anti kebijakan yang secara ekstrinsik tidak menguntungkan bagi pelaku industri film biru. Di satu sisi, pihak yang anti terhadap pornografi di negara maju pun kian gencar melakukan kampanye dan menunjukkan kesuksesan. Contohnya, seorang bintang bernama Pamela Anderson yang dianggap sebagai salah satu simbol seks dunia ketika itu, dia membuat sebuah surat terbuka tentang rahasia bobroknya industri film pornografi. Sebuah surat terbuka yang juga banyak sekali mendapatkan dukungan bahkan dari orang yang sudah keluar dari industri tersebut, seperti Sasha Grey, Bree Olson, ataupun Shelley Lubben yang mendirikan Pink Cross Foundation untuk membantu mantan pekerja seksual untuk memperoleh kehidupan layak.
Sebagai penutup tulisan tentang buku ini, saya pribadi berharap bahwa dengan dilepasnya buku ini di ke media luas, buku ini dapat memberikan kesan positif khususnya untuk para pembaca. Buku ini dapat kembali membuka segala percakapan tentang pornografi, khususnya di Indonesia. Karena, masih banyak para remaja yang tidak menyadari akan bahaya yang mereka hadapi sebelum mengenal pornografi. Semoga, mata dan pikiran mereka kelak terbuka. Tentu saja, karena ini buku pertama, pasti ada kesalahan yang tertera di buku ini, baik dari segi penulisan ataupun dari segi materi atau pendekatan. Sehingga, kritik dan saran konstruktif sangat diterima sesuai dengan bagian-bagian surat yang saya buat di bagian penutup buku ini. Satu hal yang saya tidak duga adalah bahwa saya sangat tidak menyangka bahwa akhirnya saya menulis dan menerbitkan buku. Sebuah pencapaian yang bahkan tidak semua orang rasakan atau pernah lakukan seumur hidup mereka.
Dua tahun terakhir ini telah saya habiskan dengan mencoba untuk keluar dari sebuah hal yang benar-benar membuatku terkurung. Sebuah hal yang benar-benar membuatku benar-benar kehilangan arah, dan ujungnya gagal menemukan tujuan hidup yang sesungguhnya. Hal tersebut layak dianalogikan sebagai sebuah penjara, yang benar-benar merusak segala sistem spiritual, benar-benar mengurung segala potensi yang ada, benar-benar membatasi imajinasi yang luas, tentang semua mimpi yang telah dibangun selama 21 tahun kehidupan. Dari keinginan untuk menjelajahi dunia, keinginan untuk membahagiakan manusia, atau keinginan untuk sekedar menjadi orang bermanfaat bagi kehidupan.
Penjara itu bernama Pornografi. Kalimat itu sendiri
merupakan salah satu bab yang akan menyertai buku pertama saya berjudul “Ketika
Di Dalam Penjara” yang sebenarnya saya tulis dalam keadaan saya masih berjuang
untuk 100% keluar dari kecanduan saya terhadap pornografi. Sebagai orang yang
sudah mengalami kecanduan terhadap pornografi, saya merasa bahwa akan sangat
susah untuk keluar dari hal tersebut. Belum lagi ketika kita membahas tentang bagaimana
tanggapan orang tentang pornografi di Indonesia. Tidak sedikit yang menganggap
bahwa pornografi adalah hal yang wajar bagi kalangan muda, terutama bagi
kalangan cowok. Dalam sebuah diskusi ringan, saya pernah menyampaikan bahwa
Pornografi itu sudah layak diibaratkan sebagai narkoba dan tentu saja
pernyataan ini dibantah oleh berbagai kalangan. Masih kurang sekali bukti
ilmiah yang membahas tentang bahaya pornografi, dari pengamatan saya, hanya
sedikit saja penelitian yang membahas sisi ilmiah dari pornografi. Bahkan, ada
juga yang menyertakannya dengan pembuktian berupa CT Scan. Meskipun, masih
sangat disayangkan bahwa penelitian itu belum valid untuk menyatakan bahwa
Pornografi adalah masalah kesehatan baru yang harus dicegah. Tetapi, penelitian
ilmiah tersebut tentu saja diharapkan akan membuka mata kita akan bahayanya
pornografi terutama dari segi psikososial, belum lagi dari segi fisiologis.
Ketika kita melihat lebih jauh lagi, terutama ke negara yang menganggap pornografi masih sebagai hal yang biasa. Telah banyak organisasi ataupun perusahaan yang mendukung tindakan anti pornografi tersebut. Meskipun, tidak sedikit juga yang gencar memberikan dukungan terhadap tindakan tersebut. Contoh paling gampangnya di negara bagian California, ketika itu sedang digalakkan sebuah kampanye anti kebijakan yang secara ekstrinsik tidak menguntungkan bagi pelaku industri film biru. Di satu sisi, pihak yang anti terhadap pornografi di negara maju pun kian gencar melakukan kampanye dan menunjukkan kesuksesan. Contohnya, seorang bintang bernama Pamela Anderson yang dianggap sebagai salah satu simbol seks dunia ketika itu, dia membuat sebuah surat terbuka tentang rahasia bobroknya industri film pornografi. Sebuah surat terbuka yang juga banyak sekali mendapatkan dukungan bahkan dari orang yang sudah keluar dari industri tersebut, seperti Sasha Grey, Bree Olson, ataupun Shelley Lubben yang mendirikan Pink Cross Foundation untuk membantu mantan pekerja seksual untuk memperoleh kehidupan layak.
Buku ini dapat dikatakan sebagai buku uji coba untuk saya,
karena keputusan saya untuk membuat buku ini tergolong instan. Jika tidak
karena beberapa pembaca yang ingin saya menulis buku tentang kisah saya
terkurung di jeruji pornografi ini. Para pembaca setia saya mungkin mengenal
saya karena tulisan tentang musik di Kompasiana atau tulisan tentang kesehatan
di blog Dokter Foramen yang sekarang sudah dihapus atas alasan maintenance yang akan memakan waktu lama
sampai mungkin saya sukses memperoleh gelar Dokter. Tetapi, pada suatu waktu,
saya sempat menulis di sebuah blog, menceritakan perjuangan saya untuk bebas
dari penjara adiksi ini. Berjuang melawan rasa sakaw, menjaga kemungkinan dari
adanya relaps, serta mencari taktik ke depan jika harus berakhir dengan episode
relaps yang penuh rasa bersalah. Blog tersebut berbahasa Inggris, dan sempat
tidak saya bagikan kepada teman-teman pembaca atas indikasi kerahasiaan.
Meskipun, alangkah baik untuk terbuka tentang perjuangan tersebut ke orang
terdekat untuk mengurangi beban yang ada. Sehingga, untuk melengkapi segala
perjuangan saya melawan pornografi tersebut, saya putuskan untuk menulis buku
tentang perjuangan saya ini. Sebuah perjuangan yang masih belum menemukan titik
akhir sampai sekarang ini.
Buku ini pada intinya berisi 8 bab dengan menggunakan sistem
dialog, sebuah pendekatan yang sering saya lakukan kala saya masih mengurus
blog kesehatan saya. Membahas tentang seluk-beluk pornografi, baik itu dari
segi sosial mencakup pengertian serta penemuan ilmiah yang ada dalam penelitian
sosial. Buku ini tidak akan lengkap jika tidak ditambah dengan pendapat
pornografi dari sisi ekspertise saya yaitu di bidang kesehatan. Dalam buku ini,
akan ada pembahasan tentang pornografi yang memiliki efek mirip dengan narkoba.
Sebuah pernyataan yang cukup kontroversial dan menggelikan, bahkan jika anda
menanyakan ke para kapitalis pornografi. Selain itu, buku ini akan dilengkapi
beberapa surat yang saya persembahkan untuk banyak orang, baik itu para pelaku,
orang yang pernah aku tinggalkan karena pornografi, ataupun para remaja yang
masih rentan terhadap penyebaran pornografi tersebut. Akan tetapi, semuanya
akan berawal dari sebuah pertemuan yang intens antara saya dan Andi, seorang
pecandu yang mencoba untuk keluar dari jeratan pornografi tersebut.
Untuk proses percetakan buku ini, saya serahkan sepenuhnya
kepada Indie Book Corner (IBC). Hal ini cukup menguntungkan tentunya bagi saya,
karena IBC ini merupakan penerbit yang benar-benar membantu untuk mencetak,
menerbitkan bahkan mempromosikan buku yang ditulis tanpa melalui proses
seleksi. Sebuah terobosan bagus untuk para penulis yang tentu saja sudah punya
modal, baik dari segi skill ataupun finansial dan ingin memperoleh apresiasi
tentang karyanya. Bagi saya, tentu momen ini harus disambut baik, terutama
dalam mengembangkan karir menulis saya yang mengambang tidak tahu arah. IBC
membantu segala pengurusan buku, baik itu dari editing, proof-reading, layout
naskah, bahkan pemberian cover dan pembuatan ISBN. Tentu saja mendapatkan
segala jenis fasilitas ini tidaklah gratis, membutuhkan modal yang cukup
mumpuni.
Sebagai penutup tulisan tentang buku ini, saya pribadi berharap bahwa dengan dilepasnya buku ini di ke media luas, buku ini dapat memberikan kesan positif khususnya untuk para pembaca. Buku ini dapat kembali membuka segala percakapan tentang pornografi, khususnya di Indonesia. Karena, masih banyak para remaja yang tidak menyadari akan bahaya yang mereka hadapi sebelum mengenal pornografi. Semoga, mata dan pikiran mereka kelak terbuka. Tentu saja, karena ini buku pertama, pasti ada kesalahan yang tertera di buku ini, baik dari segi penulisan ataupun dari segi materi atau pendekatan. Sehingga, kritik dan saran konstruktif sangat diterima sesuai dengan bagian-bagian surat yang saya buat di bagian penutup buku ini. Satu hal yang saya tidak duga adalah bahwa saya sangat tidak menyangka bahwa akhirnya saya menulis dan menerbitkan buku. Sebuah pencapaian yang bahkan tidak semua orang rasakan atau pernah lakukan seumur hidup mereka.
Sehingga, terima kasih untuk semuanya! Selamat membaca buku “Ketika
Di Dalam Penjara” yang akan rilis pertengahan atau akhir bulan ini. Semoga akan
tertera di hati kalian semua!
Semoga saya bisa menjadi perwakilan bagi para remaja yang
masih terkurung di penjara tersebut untuk bisa berani berkata lebih banyak
tentang pornografi.
Februari 2017 / KETIKA DI DALAM PENJARA / FARHANDIKA MURSYID / 104 halaman
Soon to INDIE BOOK CORNER
Harga Buku : Rp 60.000, jika berminat.
Februari 2017 / KETIKA DI DALAM PENJARA / FARHANDIKA MURSYID / 104 halaman
Soon to INDIE BOOK CORNER
Harga Buku : Rp 60.000, jika berminat.
Bukunya baru bisa dibeli via online kah?
ReplyDeleteAda versi e-book nya g mas? Kalo ada mau saya share ketemen2 saya yang sakau film *****
ReplyDeleteAAAAAK FARHAAAAANNNN! KAMU KEREN BANGET! AKU KALAH WAAAA UDAH LAMA GAK NONGOL TAU-TAU UDAH ADA BUKU AJA. MAUUUUUU >,<
ReplyDeleteAKU MAU BELI BUKUNYA!!!
ReplyDeleteWah, akhirnya sudah ketemu penerbit yang sreg dihati yooo. Covernya bagus, simpel tapi sesuai dengan gambaran umum "didalam penjara"
ReplyDeleteSukses ya pakdok. Bisa preorder kah?
Sudah sepantasnya kita saling bekerja sama memberantas pornografi, agar anak kids kita tidak tertular.
ReplyDeleteSukses untuk bukunya..
Wih, bahasan bukunya keren. Saya sangat mendukung tersebarnya buku ini secara luas, mengingat betapa parahnya kondisi mental remaja skrg terkait pornografi.
ReplyDeleteSelamat ya. Semoga setelah ini byk org yg tercerahkan tentang tdk baiknya pornografi
ReplyDeleteKalau dipikir, tontonan malah jauh lbh bahaya drpd narkoba. Pasti gak mudah buat keluar dari candu itu. Tapi, selamat atas perjuangannya
ReplyDeleteMashaallah..
ReplyDeleteSelamat menempuh perjalanan keluar dari penjara yaa..
Karena saya salah satu orang tua yang kerap mengikuti adiksi pornografi melalui seminar parenting Ibu Elly Risman.
Di buku beliau ada beberapa paparan mengapa pornografi bisa menjadi adiksi dan merusak bagian otak yang terdepan, PFC sebagai pusat pengendali benar dan salah.
Aah..
Saya berkhidmat di hadapan seorang dokter.
Maaf, dok.
Tapi saya kagum.
Farhan bisa bercerita masalah ini di hadapan publik.
Semoga pendekatan denga ilah lah yang menjadi penolong.
Wah luar biasa. Semoga dapat membantu banyak orang yang kecanduan pornografi demi anak bangsa yang lebih baik lagi.
ReplyDeleteSelamat yaaa... sukses untuk bukunya
wah buku yang keren nih mas. semoga memberi banyak manfaat pada pembaca.
ReplyDeleteLuar biasa mas. Semoga kita semua bisa hidup lebih baik. Keluar dari keburukan Menuju kebaikan.. selamat ya mas sudah bisa berkarya.
ReplyDeleteOpen Windows film yang bagus, itu Sasha Grey ya kalau ngga salah.
ReplyDeleteKeren nih bukunya....
ReplyDeleteMantap, Hannm!!
Mas, boleh minta kontak nya?
ReplyDeleteSaya mahasiswa dan saya tertarik untuk berdiskusi lebih lanjut tentang isu ini. Saya punya rencana untuk memunculkan data dan fakta terkait pornografi di negeri ini.
Atas responnya, terimakasih.
Secara kebetulan, kita memiliki bnrapa kesamaan.
ReplyDeletekesamaan pertama sy luhat tulisan amda mengenai pperangan pornografi dan itupun yg hendak sy lakukan. kesamaan kedua, anda memiliki nama depan farhan. Kesamaan ketiga, memiliki pengalaman yg sama.
Dalam hal ini, sy punya mimpi utk memberikan kotribusi dlm hal memerangi pornografi.