Cerpen | Bantuan Dari Dunia Maya
Akhirnya, aku kembali dipertemukan dengan indahnya kota
Yogyakarta ini. Ya, aku baru saja diterima sebagai wartawan di The Indonesian
Eyes, sebuah media online yang masih seumur jagung dan sudah mencapai
kesuksesan, ya setidaknya mulai disejajarkan dengan media online seperti VICE,
Kumparan, ataupun Brilio. Namun, ada satu hal yang membuat The Indonesian Eyes
menarik terutama untukku. Yaitu, adanya pembahasan dari berbagai macam topik
yang dibahas oleh wartawan dengan spesialisasi di bidang tersebut. Memang,
waktu wawancara dengan pihak editor tersebut, aku menyatakan minat untuk
mengisi di bagian yang berhubungan dengan psikologi, seni dan kesehatan. Yang
disebut terakhir sendiri merupakan bidang yang masih dibutuhkan oleh Indonesian
Eyes. Itu menurut Bang Ari, selaku chief editor dari The Indonesian Eyes.
Ah, berbicara tentang kota Yogyakarta ini, aku pun teringat
dengan seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidupku. Ohya, aku belum
pernah cerita jika dulu, aku pernah menjadi seorang pecandu pornografi. Semua
itu berawal ketika aku duduk di bangku SMA karena perkenalan dari teman ketika
itu. Maklum, aku pernah memilih untuk melanjutkan studi SMA di kota Padang yang
berjarak sekitar 1,5 jam dari kota Pariaman, tempat aku menjalani indahnya masa
kecil. Sehingga, aku harus jauh dari orangtua dan dari situ juga, semuanya
berawal. Puncak dari masa candu itu berlangsung ketika aku kuliah, terutama
waktu aku dikeluarkan oleh kampus lamaku. Meskipun, aku kerap disibukkan dengan
berbagai kegiatan yang diberikan Mak Heri, aku masih memanfaatkan waktu kosong
untuk sekedar menonton dan menikmati indahnya adegan-adegan erotis yang
ditawarkan tersebut.
Sampai akhirnya, di masa awalku di kampus baru, aku mulai
merasakan beberapa akibat buruk dan memutuskan untuk keluar dari jeratan
pornografi itu. Betapa beratnya perjuangan itu, dimana aku harus berjuang untuk
bisa sukses keluar. Sebagai seorang pecandu, apapun itu, kita pasti akan masuk
ke sebuah siklus, dimana ketika kita sukses menikmati barang yang membuat kita
candu itu, kita akan mulai terasa bosan, dan beberapa hari setelahnya, akan ada
sebuah dorongan untuk kembali menikmati hal tersebut. Begitu saja yang akan
terjadi selama berulang-ulang. Berlari di siklus tersebut membuatku lelah dan
juga bosan, ibarat hamster yang suka berlari-lari. Kelak, ia akan bosan dan
mencari cara keluar dari siklus itu. Perjuangan yang tergolong berat bagiku,
mengingat aku sudah berada di siklus itu selama hampir 6 tahun lamanya.
Perjuangan di awal memang terasa berat, aku mencari bantuan
ke beberapa tempat, namun entah kenapa belum ada yang memuaskan bagiku. Hingga,
pada suatu saat, aku mengenal Farhan. Seorang mahasiswa kedokteran yang aku
kenal dari komunitas blogger di sebuah aplikasi messenger. Ternyata, dia memang pernah berada pada posisi
yang sama denganku, bingung dengan jalan hidup yang dilaluinya dan itu
membuatnya terjebak dalam jeratan pornografi. Mengetahui hal tersebut, aku pun
semakin sering untuk berdiskusi dengan Farhan, meskipun itu harus melalui chat
di aplikasi media sosial saja. Ketika itu, aku teringat dengan pembicaraan
pertama kami yang membuatku menemukan cara terbaik menyembuhkan kecanduan
pornografi itu sendiri.
“Bro Farhan, kamu sibuk ga? Ini aku, Andi.”
“Eh, Bro Andi. Lagi enggak nih, kebetulan lagi garap laporan
praktikum hari ini. Tapi, ya itu, bosen gitu, Bro. Ada apa emang nih?”
“Kemarin, aku habis baca di chat grup gitu, katanya kamu
pernah kecanduan pornografi ya?”
“Oh, Iya, Bro. Gimana?”
“Mmm. Kira-kira, kamu bisa bantu aku ga bro? Soalnya, aku berada
di posisi yang sama seperti kamu nih, Bro.”
“Kamu juga toh?”
“Iya, aku sudah 6 tahun nih berada pada posisi ini. Tolongin
dong, Bro. Udah mencoba cari berbagai cara untuk keluar, namun ya masih aja sih,
kambuh lagi kambuh lagi. Lelah nih, Bro.”
“Hmm.. Memang sih, perjuangan memberantas kecanduan
pornografi itu pasti akan melelahkan dan mungkin saja tiada akhir. Kita pasti
akan berhubungan dengan segala hal mengenai kecanduan. Aku pun mulai paham dasar-dasar
kecanduan negatif setelah mengenal pornografi. Bagaimana rasanya menjadi
pecandu narkoba bahkan hal yang simpel seperti rokok ataupun game online? Seolah
waktu kita memang terhabiskan oleh itu.”
“Nah itu, Bro. Susah kan emang?”
“Wah, jelas. Ohya, wakt aku mencoba untuk keluar, mentorku
sempat minta aku untuk mencoba terapi menulis. Mungkin, berhubung kamu juga
tergabung dalam komunitas blogger, coba kamu sempatkan waktu untuk menulis.”
“Hmm.. tapi, tentang apa ya, Bro, bagusnya?”
“Gimana kalau kamu tulis semacam buku harian gitu, Bro?”
“Tapi aku takut bro, takut jika mungkin ntar ketahuan teman-temanmu
justru malah menghancurkan citra diri gitu lho. Ntar malah dibully lagi aku,
dituduh yang enggak-enggak, wuih macam-macam. Bro.”
“Mmmmm. Gini aja, gimana kalau kamu tulis email gitulah ke
aku ya cerita tentang gimana sih awal kamu terjebak di lubang pornografi itu,
ceritain banyak banget. Terus, kamu coba bikin buku harian, mungkin di
awal-awal, kamu kumpulin ke aku bukunya. Tapi, kalo kamu merasa ingin publikasi
atau cari ladang, ya silakan aja dipublikasikan. Meski, akan lebih baik jika
kamu buat itu seolah-olah sebagai anonim gitu lho. Kan secara tidak langsung juga
mengasah bakat menulismu juga toh.”
“Kok gak kepikiran ya? Ntar deh aku coba dulu, mungkin aku
kirim dulu email ke kamu, entar aku coba perlahan-lahan tulis buku harian,
mungkin bikin dengan cara yang menarik kali ya. Iya deh, gitu aja kali ya?
Mantep nih Bro Farhan idemu.”
“Nah, itu mantep! Ohya, aku izin dulu ya. Mau ke kampus
dulu, mau bimbingan skripsi dengan dosen. Mungkin, agak lama, meski sesinya cukup
santai sih. Heheheh.”
“Okedeh, Bro. Semangat ya, Bro! Thank you banget nih. Ntar
deh ku kirim emailnya ke kamu.”
OoOoOoOoOoOoOoOoOoO
Setelah mengirimkan email tersebut, kami pun mulai sering chat tentang banyak hal terutama yang berhubungan dengan dunia pornografi. Perlahan-lahan,
Farhan juga yang memperkenalkanku ke sebuah grup sosial media internasional yang memfokuskan
kepada perjuangan melawan kecanduan pornografi. Di sana, aku pun turut memperkenalkan
diri dan mereka juga menerimaku dengan baik. Aku berkenalan dengan banyak
teman dari berbagai negara. Ada Albert dari Korea Selatan, Ali dari Iran,
Andreas dari Afrika Selatan, dan ada juga teman-temanku dari negara Paman Sam,
seperti Jake, Stuart, dan Evan. Bukan hanya mereka saja, masih banyak lagi teman
yang turut membantuku dalam berbagai jenis perjuangan. Memiliki teman-teman senasib
seperjuangan memang membuatku merasa bahwa aku tidak sendirian. Masih banyak
orang di sana yang mungkin nasibnya lebih parah lagi, bahkan ada seorang teman
yang bercerita bahwa dia mengalami kecanduan pornografi sampai berakibat ke
arah disfungsi ereksi, ada juga sampai yang mengarah menjadi predator seksual.
Tentu, dua hal tersebut erupakan begian dari pengaruh buruk pornografi terhadap
kita sebagai manusia. Dan, kedua hal tersebut juga ternyata sudah terbukti secara
ilmiah berkaitan dengan penggunaan pornografi secara masif. Ah, aku jadi
semakin yakin untuk keluar.
Selama berbulan-bulan aku berjuang untuk keluar dari lingkaran
setan itu, aku mulai berhasil keluar dan bagiku, Farhan adalah penyebab
terbesar dari kesuksesan itu. Dia tidak hanya memberikan solusi yang baik,
namun sebagai calon dokter, dia juga sering melakukan follow-up atau istilahnya
mengunjungiku untuk sekedar menanyakan kabar serta turut memberikan semangat dan
selamat jika aku mencapai sebuah milestone.
Baik itu hari pertama, hari ke-7, hari ke-10, hari ke-30 bahkan ketika aku tidak
menyangka sudah mencapai hari ke-100. Perjuangan yang sangat berat untuk
mencapai hari dengan tiga angka tersebut. Terbilang jarang ada orang yang mampu
mencapai streak sebesar itu. Jangankan hari ke-100, kebanyakan orang akan kambuh menjadi candu ketika sudah
mencapai hari dua angka. Salah satu momen yang membuatku bahagia adalah ketika
Farhan mengirimkanku sebuah paket buku untuk merayakan kesuksesanku mencapai
hari ke-100. Farhan ketika memberikan pesan ini di paketnya.
“Halo, Bro Andi.
Selamat ya kamu telah sukses mencapai hari ke-100. Sekarang sudah saatnya kamu
berhjuang lebih jauh lagi, mungkin untuk mencapai hari ke-1000 atau setidaknya menuju
365 hari alias setahun. Akan sangat susah lagi untukmu, namun kamu telah
merasakan banyak perubahan, kan?
Aku sekarang harus
memulai lagi perjuangan ini, karena setelah berjuang selama 140 hari, aku pun
harus kambuh lagi ke dunia pornografi. Memang ini pengalaman sulit, karena aku
gagal membangun streak yang lebih tinggi lagi. Namun, sekarang streakmu lebih
tinggi dari aku. Ayo kalahkan aku! Semangat, Bro! Ini ada
buku untukmu!”
Dan, di bagian terakhir dari pesan itu, Farhan turut menulis,
Ceritaku akan menjadi bahan inspirasi dari bukunya Farhan!
Terus terang, aku sendiri belum berpikir untuk menulis sebuah buku, meskipun
selama beberapa hari belakangan ini, aku jadi semakin cinta menulis. Apa yang aku
baca, lihat ataupun pelajari, langsung direkam dan kembali ditayangkan dalam
format tulisan.
Tapi, untuk menulis sebuah buku? Ah, aku masih terlalu cupu
untuk itu. Aku belum bisa menjadi seperti Farhan yang sudah punya banyak mentor
bahkan pengunjung tetap di blognya. Aku hanyalah butiran debu jika membandingkan
diri dengan Farhan. Ah, Farhan. Kesuksesanmu membuatku iri.
OoOoOoOoOoOoOoOoOoO
Setelah berlama-lama curhat dengan Farhan, tidak hanya melulu
membahas pornografi, melainkan membahas hal yang lainnya yang dirasa menarik. Terutama
membahas hal kesehatan berhubung statusnya yang merupakan mahasiswa kedokteran
ketika itu. Akhirnya, aku berkesempatan untuk menetap di kota tempat Farhan
tinggal, yaitu Yogyakarta. Aku akan dipertemukan dengan seorang mentor yang
membimbingku dari jauh, yang telah membawaku sedikit memaknai kehidupanku yang
dulunya suram itu. Setelah melalui penelusuran, ternyata Farhan sekarang sedang
melanjutkan studi sebagai koass. Waktu aku menjalani sesi wawancara, aku belum
sempat bertemu dengannya karena dia ketika itu sedang di luar kota karena
kegiatan koass tersebut. Entah ketika itu, dia sebut kota mana, tetapi sepertinya,
kegiatan koass memang terlihat melelahkan. Namun, dia pun bisa menyempatkan
diri untuk ditemui dan sepertinya antusias menunggu waktu kita berdua akan
dipertemukan.
Tentu saja aku akan mengatakan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya karena atas bantuan dia jugalah, aku menemukan siapa diriku
sebenarnya dan setidaknya mulai mencoba memahami dan menata hidupku kembali.
Aku juga ingin berterimakasih karena telah membantu mewakili suaraku atau teman-teman
sesame pecandu pornografi dalam bukunya yang berjudul “Ketika Di Dalam Penjara: Cerita dan Fakta tentang Kecanduan Pornografi” yang dirilis beberapa bulan sebelumnya.
Bukunya bagus dan memang benar-benar harus dimiliki oleh beberapa pihak,
terutama dari orangtua atau remaja karena memperingatkan para remaja akan
bahaya pornografi.
Aku sama Farhan pun telah janjian untuk ketemuan di sebuah rumah
makan tempat dia sering mencari inspirasi, namanya Warung Inyong. Dia juga
ingin membawa seorang teman yang katanya juga turut membantunya untuk keluar
dari jeratan pornografi itu. Ah, aku jadi tidak sabaran ketemu dengan mereka
berdua. Katanya sih, Farhan juga menceritakan tentang perjuanganku ke dia. Mungkin,
pertemuan yang terjadi kelak akan lebih menarik.
OoOoOoOoOoOoOoOoOoO
Aku sudah mendarat di Warung Inyong, tempat kami akan
berjanji untuk bertemu. Farhan baru nge-chat bahwa dia akan sedikit terlambat
ke sana, karena ada urusan sebentar, tapi dia tetap akan mengajak Fahmi untuk
ikut serta makan di Warung Inyong. Aku baru tahu wajahnya Farhan dari foto yang
dia sebar di berbagai sosial media, yang saya tahu dia itu berkacamata, wajahnya
memang sedikit jerawatan, serta rambutnya agak botak dan tubuhnya berisi.
Entah, Farhan seperti apa yang kutemui di dunia nyata. Berhubung, dari segi
tampang, tentu saja berbeda dan fakta bahwa Farhan cukup jarang memposting foto
dirinya di Instagram juga membuatku sulit untuk membayangkan Farhan seperti apa
yang akan kutemui ini.
Aku juga sudah memberitakan kursiku ke Farhan, ya sekedar
sebagai penanda saja jika kelak Farhan dan Fahmi bingung mencari posisiku
kelak. Sembari mengulur waktu, aku coba cari sedikit informasi tentang kantor
yang akan menjadi tempat pertamaku kerja, yaitu The Indonesian Eyes. Kebetulan,
menurut surat yang tersebar, aku diminta mengikuti orientasi kantor pada hari Kamis,
dan aku sendiri sudah menempati kota Yogyakarta ini sejak hari Minggu. Aku
sendiri masih belum terbiasa menikmati segala budaya yang ditawarkan oleh kota
ini, entah itu dari makanan atau cara kita bertutur kata kepada warga. Benar-benar
berbeda dibandingkan suasana Jakarta yang condong penuh dengan kesibukannya. Dan,
untuk pertemuan ini, aku juga turut membawa buku karangan Farhan untuk sekedar
diskusi dengannya.
Tanpa dirasa, ada dua orang yang datang padaku. Dari tampak
mukanya, sepertinya merekalah orang yang telah berjanji denganku selama ini.
“Assalamu’alaikum, Bro Farhan. Gimana kabarnya?”
“Wa’alaikumsalam, Bro Andi. Alhamdulillah nih, baik aja.
Kamu gimana? Katanya sudah diterima kerja nih di Jogja?”
“Alhamdulillah, aku juga baik-baik aja. Iya nih, Bro. Keterima
juga di sini, mungkin atas dasar kebetulan atau gimana, atau mungkin juga memang
sudah ditakdirkan di sini. Tapi, senang juga pastinya.”
“Keren nih kamu, Bro. Bekerja sesuai dengan hobimu sendiri.
Enak dong, kalau gitu?”
“Apaan sih, Bro? Kerenan kamu lah, udah bikin buku malah.
Gimana hasil penjualan bukunya emang?”
“Ya begitulah. Baru sedikit juga yang beli, aku emang lebih
suka memberikan bukunya secara cuma-cuma sih ke teman baik sama beberapa
blogger buku.”
“Oalah, pantes waktu tu ada teman dari grup WA kita yang
tiba-tiba bikin review bukumu gitu. Pas aku tahu sudah dirilis, langsung aja
sih aku beli, meski ya agak mahal. Tapi, worth it kok! Bagus banget malah!”
“Makasih loh bro. Mungkin ada kritik dan saran kah?”
“Aku jujur lebih suka dengan bagian waktu kamu membahas
tentang pengaruh pornografi dari segi ilmiah. Entah kenapa keren banget apalagi
kamu bawa dengan cara dialog gitu, seolah-olah kayak tanya jawab gitu sih.
Jadi, semakin mudah gitu kalo bacanya. Bosen juga sih kalo baca informasi
ilmiah tapi dijelaskan kayak nerangin ke satu arah gitu lah. Ini keren kok! Mungkin,
yang kurang itu pada typo lah, harus diperbaiki kali ya. Tapi, gapapa kok. Ini
hanyalah buku pertama, masih ada buku selanjutnya. Ada rencana kah, Bro Farhan?”
“Hmm. Kurang tahu sih, Bro. Masih sibuk koass gitu sih aku.
Ohya, kenalin dulu deh jadi lupa nih, ini temenku, Kang Fahmi. Aku sering sih
curhat-curhat ke dia soal beberapa hal, terutama waktu minta bantuan pas muncul
hasrat untuk akses situs porno gitu.”
“Oh, ya, Assalamu’alaikum Mas Fahmi, kenalkan aku Andi. Salam
kenal, Mas.”
“Wa’alaikumsalam, Mas Andi. Ohya, aku Fahmi. Temannya
Farhan. Dia udah cerita banyak kok soal perjuanganmu. Semangat ya, Mas! Sukses
ke depannya, katanya kalian berdua sekampung, ya, Men?”
“Yaaa, sedaerah sih, Kang. Cuma kami berdua beda kota, meski
agak deket sih sebenarnya. Hahaha. Aku dari Kota Padang, Andi dari Kota
Pariaman, yang notabene jaraknya satu jam kalo naik mobil.”
“Oalah, gitu toh, Men. Kalian gak ngomong Padang aja gitu?”
“Yaelah, Mas Fahmi. Ntar kamu ga ngerti lagi, kan ga lucu
jadinya. Hahaha.”
“Iya dah, Mas. Eh, aku udah lapar nih, yuk langsung aja pesan.
Kamu sudah pesan belum, Mas?”
“Belum kok. Kita pesen bareng aja, yuk. Gak enak kalo udah
pesan makan duluan.”
“Oh, yaudah deh, Bro. Aku juga udah laper nih habis jaga
malem tadi.”
OoOoOoOoOoOoOoOoOoO
Pembicaraan kami di rumah makan tersebut berjalan dengan
sangat baik. Fahmi sendiri ternyata orang yang sangat baik dan kadang malah
ngelawak. Dia sendiri mengaku orang Tegal yang terkenal dengan logat ngapaknya,
tapi entah kenapa logat ngapaknya itu tidak terlihat di depan umum. Tidak seperti
Akbar yang aku kenal waktu wawancara di The Indonesian Eyes ataupun Syarif, salah
satu teman kampusku dan juga teman di pengajianku waktu di Jakarta. Pembahasan yang
disajikan pun cukup banyak. Awalnya, Farhan sempat menawarkan tempat tinggalnya
padaku, namun, aku sendiri sudah dapat tempat tinggal, kebetulan seorang
sahabat kampusku juga sekarang sedang bekerja di Yogyakarta, jadinya aku ikut mereka
tinggal di sana, kebetulan juga harganya murah dengan fasilitas yang bagus.
Tanpa terasa sudah banyak sekali kami berbicara, kami
bertiga pun harus berpisah. Farhan juga harus pulang sekarang untuk
beristirahat setelah lelah jaga malam. Memang terlihat tadi dia sempat terasa
ngantuk, namun dia masih saja menyempatkan diri untuk bertemu denganku. Sebuah
hal yang dirasa layak dikagumi, Fahmi juga harus pulang karena mau presentasi
kasus, dan aku juga ikut mereka berdua pulang. Farhan pun memberikan sedikit
tanda tangannya di bukuku dan meninggalkan kertas berisi pesan yang membuatku semangat
untuk bekerja di kota ini.
“Bro, ingek ko yo buek
urang awak nan sadang marantau (Bro, ingat ini ya buat orang kita (Minangkabau)
yang sedang merantau.
- Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangato, adaik mamakai (Adat bersendi agama, agama bersendi kitab suci, agama berkata, adat memakai)
- Alam takambang jadi guru (Alam terkembang menjadi guru)
- Dima bumi dipijak, di sinan langik dijunjuang (Dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung)
- Baraja ka nan Manang, Mancontoh ka nan Sudah (Belajar ke yang menang, mencontoh ke yang sudah lewat)
- Indak kayu janjang dikapiang, indak ado rotan aka pun jadi (Tidak ada kayu tangga dipotong, tidak ada rotan akar pun jadi)
- Takuruang nak di lua, tahimpik nak di ateh (Terkurung mesti di luar, terhimpit mesti di atas)”
Terimakasih banyak, Bro Farhan. Semoga kita semua kelak mencapai masing-masing impian. Tidak ku sangka bahwa bantuan terbaikku selama ini berasal dari dunia maya, dunia yang mungkin dianggap banyak orang sebagai dunia yang isinya hanyalah candaan dan sering dipalsu-palsukan sebuah kebenaran yang ada,
aamiin.. semoga menginsiprasi dari semua yang terjerat ya. Ternyata pornografi juga termasuk ya namun kadang dianggap ranah pribadi jadi tak begitu mencuat. Sama halnya kecanduan miras.
ReplyDeleteMasya Allah perjuangannya melawan pornografi dan kesuksesannya berprofesi di Indonesian Eyes benar2 menginspirasi. Keren!
ReplyDeleteMenulis itu sepertinya memang terapi yang baik ya, untuk apa pun. Aku mau mulai nulis curhat lagi ah. Makasih.
ReplyDeleteProses emang bisa lama sih, butuh bisa bertahun2 mungkin malah. Karena dalam proses itu sendiri juga ada pembelajaran, spt yg dari sharing2 gitu, belajar perlahan2 sampai bener2 bisa lepas. Yang penting adalah niat dan usaha. Kece bang Andi dan juga bang Farhan! :)
ReplyDeleteperjuangan melawan pornografi memang sesuatu banget ya mas, mantab tulisannya. semoga semua anak Indonesia bebas kecanduan pornografi, aamiin
ReplyDeleteDuh, baca ini merinding, pernah ikut seminar parenting dan pembcaranya bilangbahwa kecanduan pornografi lebih berbahaya daripada kecanduan narkotika, syereem,bener banget, buku itu penting banget dibacaoleh orangtua dan remaja,bisa cari di mana bukunya?
ReplyDeleteitu ada linknya, Kak.
DeleteKatanya kecanduan pornografi emang bikin nagih ngalah2in rokok/ narkoba :(
ReplyDeleteMemang sebaiknya gtu ya, ada teman sharing, berkegiatan positif dll. Jd ada yg saling mengingatkan. Trus jg mendekatkan diri kepada Tuhan, belajar ngaji, ikut kajian dll. Kalau mau lbh jauh lg inget2 ttg kematian, supaya kecanduannya berhentu.
Tengkyu sharingnya.
Ngeri juga ya..kalau orang udah ketagihan. Kalau gak ada motivasi yang kuat, sulit sekali bisa lepas dari jeratan pornografi. Harus terus didampingi ya...takutnya malah kecanduan lagi. Yang paling penting, pondasi agamanya harus kuat. Itu bisa jadi penghalang kalau mau berbuat yang tidak baik.
ReplyDeleteHmm iya juga sih, menulis sendiri buat gw jadi kaya luapan emosi yg gak bisa disalurkan dengan omongan. heeheheh.
ReplyDeletemm. setuju sih, meskipun, aku juga masih sering kok pake omongan, tapi ya ngomongnya di kamar mandi aja. jangan dibawa pula ke orangnya. tersinggung, entar menimbulkan potensi baper.
DeleteNgilangin kecanduan apa pun hrs ada kemauan dr diri sendiri dan minimal minta bantuan sama org2 yg betul2 ngerti kesusahan kita. Smoga byk yg jauh dr kecanduan hal2 buruk ya
ReplyDeleteMEmang segala sesuatu yang buruk kadang efeknya mengasukkan. candu pornografi belum dianggap masalah kejiwaan sih yak. jadi penangannnya belum terlalu serius. BTW ceritanya berapa babak nih kak?
ReplyDeleteceritanya bahkan belum dimulai, Mas.
DeletePerjuangan kalian sungguh luar biasa, bisa mnginspirasi orang2 yg punya pengalaman seperti kaliam kecansuan pornografi. Ini jadi yg nulis tuh tokoh andi kan , ungkapan terima kasih buat farhan ?
ReplyDeleteMemang benar, menulis bisa menjadi salah satu obat terampuh untuk sebuah gangguan psikologis, termasuk kecanduan pornografi bisa disembuhkan dengan menulis, bahkan dengan menceritakan pengalamannya melawan pornografi bisa menjadi sebuah karya. Itu sungguh luar biasa.
ReplyDeleteMenurut saya, kalau masih dalam taraf yang wajar, mengonsumsi dan menonton video yg berbau biru itu boleh boleh saja, karena terkadang pikiran pun butuh dilemaskan. Jika belum mampu untuk menikah, maka cara yang paling ampuh untuk menahan hawa nafsu, adalah dengan berpuasa...
dilemaskan? hmmm.
DeleteKecanduan apapun memang ga baik ya. Kayak aku yang sedang berusaha lepas dari candu stalking akun gosip. Duh.. Susahnyaaa...
ReplyDeleteSelamat atas profesi barunya
ReplyDeleteDan aku turut mendoakan semua perjuangannya berbuah manis, di mudahkan dalam melalui ujian agar bisa terus istiqomah. Tetap semangat ya..pasti bisa
amin :)
DeleteIni semacam lanjutan dr cerita yg waktu itu yaaaa. Atau hanya berkorelasi? Ah, ini sih kayaknya cerita pribadi
ReplyDeletesemua postingan di blog ini yang aku beri tag "Tinta Setelah Penjara" tentu saja berkorelasi.
DeleteKecanduan pornography memang membahayakan. Syukurlah Andi sudah bisa keluar dari jerat itu
ReplyDeleteini cerita nyata to? huaa salut aku. sekarang di jogja tinggal dimana? Saya juga di Jogja
ReplyDelete