Kaede: Konsep Mentalitas Baru

Sumber gambar : Sumber

Pagi ini, aku bangun cukup telat dan tidak sempat mengikuti Sholat Shubuh berjamaah di mesjid. Beberapa hari ini, aku disibukkan lagi dengan tugas liputan yang memaksaku untuk pulang hingga pukul 12 malam, bahkan pernah aku sampai harus tidur di kantor. Sehingga, pernah ada suatu waktu dimana aku ke kantor dan membawa beberapa baju ganti, hanya sekedar untuk berjaga-jaga jika aku harus bermalam di kantor disertai juga dengan kemungkinan aku harus kembali meliput di pagi hari. Pekerjaan yang cukup melelahkan sebenarnya menjadi seorang wartawan yang bekerja di kantor media dengan karyawan yang cukup sedikit namun tuntutan kerjanya banyak. Di sini juga, proses rekrutmen tidak dilakukan setiap tahun ibarat adanya akademi, melainkan sesuai dengan jumlah karyawan pada saat itu. Namun, semuanya tidak terasa melelahkan bagiku karena ini adalah pekerjaan yang aku jalani dan memang menarik karena beberapa hal yang bisa aku lakukan. Interaksi dengan para karyawan yang sudah aku anggap sebagai keluarga sendiri ataupun bertemu dengan masyarakat dimana bukan hanya aku melakukan tanya jawab, namun menikmati indahnya pemandangan sekitar. Entah itu, bukit, pantai bahkan gedung bertingkat sekalipun.

Hari ini, kebetulan jadwal liputanku tidak berat dan aku hanya pulang hingga pukul 4, terutama ketika Bang Bara selaku ketua redaksi memintaku untuk menyelesaikan dua artikel utama untuk hari ini, sehingga aku hanya perlu wawancara beberapa tokoh dan itu juga hanya sampai siang aja, ya paling telat jam 2 lah. Jadinya, cukup banyak waktu luang di hari ini. Sehingga, hari ini, aku bisa bertemu dengan Farhan, membicarakan tentang naskah bukunya yang baru saja aku selesai baca minggu lalu. Memang, aku disuruh sama Farhan untuk jadi sekedar proofreader, membantu mana yang kurang dari segi kata penulisan ataupun kalimat yang kurang bagus. Tapi, membaca naskah ini, aku jadi semakin paham dengan jalan cerita dari seorang Farhan, teman yang selama ini telah berperan banyak dalam menyembuhkan diriku dari kecanduan pornografi. Terhitung hingga sekarang, aku sudah tidak lagi membuka media pornografi dan juga membuang hasratku untuk masturbasi selama 1,5 tahun. Aplikasi penghitung hari di hapeku menunjukkan angka 559, sebuah angka yang layak dimasukkan dalam kategori hebat untuk para pecandu pornografi. Tentu, sebuah kemajuan yang tergolong pesat mengingat banyaknya godaan yang muncul selama aku kerja di Yogyakarta ini. Mulai dari aku yang harus diceburkan oleh Bang Bara ke suasana kehidupan malam, hingga godaan yang tidak sengaja muncul saat aku melihat ada foto cewek pose menantang di Instagram, ataupun stress dari pekerjaan yang membuat pikiran itu muncul dan hampir membuatku runyam. Mungkin, aku bingung apakah aku akan mencapai angka 730 alias 2 tahun aku terbebas dari pornografi. Wallahu a’lam.

Dari naskah tersebut, aku terkejut dengan ceritanya Farhan yang ternyata jauh dari apa yang aku bayangkan sebagai mahasiswa kedokteran. Dia benar-benar menceritakan bahwa dia sendiri sebenarnya tidak ingin berada di lingkungan yang dia jalani ini. Jika bukan karena permintaan dari keluarga, mungkin dia tidak akan menerima itu. Memang, jika dilihat dari beberapa referensi yang dia kenakan, aku lebih condong menginginkannya menjadi peneliti atau kira-kira, ilmuwan yang berbakat di bidang sains. Apalagi, melihat dari prestasi yang dia peroleh di bidang tersebut juga tidak tanggung-tanggung, dia sempat dipanggil untuk mengikuti Pembinaan untuk Seleksi Timnas Indonesia untuk dipanggil ke Olimpiade Fisika tingkat Internasional, loh. Bayangkan! Untuk dipanggil saja, itu sudah menjadi sebuah kehormatan, apalagi jika masuk dalam timnas itu. Tentu, sebuah prestasi yang harus dibanggakan. Dia juga cerita bagaimana dia ingin bunuh diri karena beberapa alasan yang sebenarnya membuatku mengingat masa lalu yang kelam ketika kuliah dulu. Ah, entah kenapa aku iba dengan Farhan, tapi aku yakin kok, Farhan bagiku adalah orang yang kuat, dia sampai sekarang masih bernafas meskipun sebenarnya pasti masih ada tekanan bertubi-tubi datang dari otaknya. Tapi, ah, buat apa aku menilai Farhan tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Kali ini, kebetulan, aku akan ketemu dengan Farhan di sebuah restoran dekat rumahnya, kebetulan juga dia hari ini sudah cukup bebas dari segala tekanan dan hanya fokus belajar untuk persiapan Ujian Kompetensi Dokter, ya menurutnya sih. Tapi, jika melihat dari apa yang dia bagikan di sosial media, sepertinya dia tidak bohong tentang itu.

OoOoOoOoO

“Assalamu’alaikum, Bro Farhan. Gimana kabarnya? Udah lama juga nih kita ga makan-makan kayak gini.”

“Wa’alaikumsalam, Bro Andi. Ya, Alhamdulillah. Udah mendingan ketimbang setahun dulu. Hahaha.”
“Ya, baguslah. Namanya hidup kan memang kita dituntut untuk selalu lebih baik setiap harinya toh, bahkan setiap detik malah jika perlu. Iya kan?”

“Iya sih. Betewe, kemarin ngechat, katanya sudah baca nih naskahku? Gimana? Ada yang perlu diperbaiki ga?”

“Mmm.. Sebenarnya, dari beberapa pengejaan dan struktur kalimatnya ada kesalahan dikit sih, ya sudah aku coba benerin kok kalo kamu lihat e-mail itu. Cek aja coba.”

“Siap nih entar aku cek dulu.”

Dari pertemuan awal itu, aku sendiri lihat Farhan memang menunjukkan raut muka yang bahagia, seolah-olah bahwa dia sudah lebih baik dari terakhir ketemu 6 bulan yang lalu. Tidak terlihat raut muka stress atau a la kurang tidur, entah apakah tekanan yang dia bahas di naskah itu sudah terbebas atau tidak, atau entah lah gimana. Tapi, aku bahagia dengan apa yang aku temukan dari Farhan sekarang. Ya, itu hanya sekilas saja, sih. Dia sepertinya senang dengan koreksi yang aku berikan juga via e-mail, memang ketika itu, aku sempat coba berikan kritik sewajarnya dan mungkin tidak sebanyak proofreader yang professional. Bukan hanya karena aku tidak begitu mengerti beberapa ilmu dalam membuat karya sastra, aku juga tidak punya waktu yang cukup banyak, maklum kerja yang cukup sibuk, mungkin Farhan juga tidak menghendaki aku untuk ditemui. Untung saja, Farhan tidak memberikan deadline untuk ini.

“Betewe, untuk segi plot dan ceritanya, itu kisah nyata kan, Han?”

“Iya kok, Ndi. Aku sudah ngomong kan ga salah di e-mail waktu aku kirimkan naskah tersebut. Memang gimana, Ndi? Jelek kah? Atau gimana?”

Sembari menghela nafas, aku coba untuk bercerita tentang segalanya.

“Aku boleh jujur ga nih soal isi naskahmu? Or, ya, ceritamu ini lah.”

“Jujur aja lah, Bro. Kita sudah cukup mengenal akrab kok. Aku sudah terima segala konsekuensinya kok.”

“Membaca keseluruhan isi naskah yang kamu kirimkan ini membuatku tersadar tentang sisi yang tidak terduga dari dirimu.”

Farhan pun seakan terkejut mendengarkan komentar dari itu, entah dari apa yang aku perhatikan, aku merasa ada rasa kecemasan yang muncul dari dirinya, terlihat dari raut mukanya yang langsung berubah.

“Ya, aku sebenarnya tidak menyangka bahwa seorang yang selama ini aku kagumi karena telah menyembuhkan diriku dari kecanduan pornografi. Tapi, ternyata, kamu sendiri masih berjuang untuk dirimu sendiri. Aku melihat banget di sini ada rasa kamu sedih banget, dan cara kamu menyampaikannya membuat aku juga terasa sedih dan entah kenapa aku tidak sangka kamu punya pikiran untuk bunuh diri ketika itu.”

“Iya sih, maaf jika itu membuatmu sedih.”

“Terus juga, aku sempat merinding ketika tahu bahwa kamu seakan mulai menyerah ketika hampir semua orang di sekitarmu menganggap kamu orang yang tidak berguna lagi dan mungkin tidak layak lagi. Aku tiba-tiba ingat sama kata Rica si mulut penuh kotoran itu soal kamu yang memang jahat banget sepertinya.”

“Kata yang mana?”

“Kutipan ini, bro. Entar ya, aku cek dulu.”

Entah kenapa, suasana yang awalnya ramai dan seakan bahagia berubah seketika menjadi kecemasan atau kesedihan, tapi memang kisah di naskahnya Farhan memang menyedihkan sih jika dibaca. Tidak ku sangka, orang sekitarnya ternyata berbuat yang relatif jahat ke Farhan, sampai ada yang berkata seperti ini.

“Nah ini dia, Bro. “Kalaupun kamu cowok satu-satunya di dunia ini, aku akan tetap menjomblo. Jijik banget aku sama kamu. Ga usah deh muncul-muncul lagi, bikin kesel aja deh. Sumpah!”. Entah, aku sebel juga sama orang kayak gini, mungkin dia ga punya kaca kali ya di rumah. Pelacur yang aku kenal aja ga pernah kayak gitu loh, ini dia berani banget dia ngomong kayak gini. Sekarang, si Rica itu gimana bro keadaannya?”

“Ya, gitu lah. Tapi, setidaknya, aku bersyukur sih ga bareng lagi sama dia, ya semoga ga ketemu deh sama orang kayak si Rica pas internship kelak.”

:Amin. Ohya, sekarang gimana keadaanmu? Sudah terlepas kah dengan tekanan yang kamu ceritain itu?”

“Ya, beginilah. Sekarang, tinggal fokus aja untuk berkarya dan kebetulan sedang turut bantu penelitian juga di Departemen Forensik.”
“Waah keren lah kalo gitu. Kamu coba benerin juga itu naskah sesuai saranku, tapi ya mungkin akan lebih baik juga minta ke teman yang lain. Aku ada teman kok kebetulan, dia penulis yang sudah cukup sukses, kebetulan kenal pas kuliah waktu itu gabung di komunitas sastra gitu lah. Entar aku kasih kontaknya kalo butuh.”

“Siap deh. Entar, aku coba tanya beberapa mentorku juga kok, kayak Mas Rama, ataupun mungkin Fahmi juga bisa. Mumpung gratis ya, eh itu kayaknya makanan kita udah dateng deh.”

“Baiklah kalo begitu. Makan dulu, ga enak ntar nasinya baper lagi kayak si Rica. Nangis-nangis protes gitu.”

“Mmm.. ada kata lain ga? Kamu ngomong nama itu bikin nafsu saya berkurang loh, seriusan.”

OoOoOoOoO

Sembari makan, kami pun asyiknya berbicara akan beberapa hal, mulai dari aku yang bercerita tentang bagaimana rasanya setelah bekerja selama 1 tahun untuk media online, atau Farhan yang tiba-tiba minta rekomendasi soal cewek cantik di kantorku, awalnya aku ingin memberikan profil Instagram Tari, tetangga kubikelku, namun, dia punya pacar yang lebih ganteng dari aku dan Farhan. Dia juga menanyakan kabarnya 3 Idiots yang kembali reunian, tentu saja tentang Irul dan Zulfi. Tapi, tentu saja, bukan ceritaku yang dibahas di sini. Aku juga turut mengorek kebenaran cerita naskahnya Farhan, tapi bukan hanya dari kisah intinya saja, melainkan beberapa kisah yang membumbui seperti cinta segitiga yang terjadi antara Farhan, Listi dan Fahmi yang semuanya berawal dari Fahmi yang membocorkannya. Atau juga, tentang keakrabannya Farhan dengan Alya yang awalnya karena absennya dekatan, tapi ternyata mereka punya beberapa kesamaan yang tidak disangka. Atau, bagaimana dengan sosok Kania, Putri, Yati yang baginya nyebelin dan untungnya tidak seperti Rica tadi. Atau juga tentang kedekatan yang tidak disangka dengan sosok Gaston dan Awang yang pada masa kuliah justru tidak dekat banget. Ohya, satu lagi, kami juga membahas tentang dua cewek yang sempat Farhan dekati secara rutin dan sayangnya tidak berakhir dengan sempurna alias ditolak, menambah daftar kesialan dia yang sudah gagal 10 kali dalam menyatakan cinta.

Selain itu, aku juga menyaluti usaha Farhan untuk meminta bantuan orang lain untuk menyembuhkan masalah yang menimpa dirinya tersebut, meskipun di awal, sempat salah, namun dia perlahan menyadari dan mencari orang yang tepat untuk menyembuhkan segalanya. Dia ketika itu memutuskan untuk mencari psikiater dan juga meminta bantuan hipnoterapi untuk menyembuhkan segala masalahnya tersebut. Dia juga cerita tentang konsep baru yang dia temukan dari orang-orang tersebutuntuk menjalani kehidupannya yang seolah baru ini, dan dia berniat untuk membahasnya setelah mengedit seluruh isi naskah tersebut, mencoba mengelaborasikannya di naskah itu. Aku terus terang tidak sabar dengan bagaimana kejadiannya tersebut. Dan, untuk hal ini, aku juga salut dengan kehebatannya menggabungkan konsep Fisika yang sudah menjadi makanannya atau mungkin ilmu favoritnya sejak SMP dan digabungkan dengan cerita masa lalu yang dia kelam tersebut. Membuatku seolah-olah kembali belajar Fisika kembali, ya, meskipun aku tidak belajar itu secara detail semasa SMA, namun, aku selalu kagum ketika membahas ilmu pasti, apalagi semenjak ketemu dengan seorang teman bernama Andhika ketika kuliah. Dia orang yang sangat baik dan aku melihat wajah-wajah ilmuwan di dirinya ketika itu. Dia benar-benar pintar dalam menjelaskan segala macam ilmu sains, entah itu Fisika, Kimia ataupun Biologi. Aku sempat beruntung pernah ngajar di bimbel yang sama dengan dia.
Tiba-tiba, ketika sedang enak berbicara tentang orang-orang tersebut, aku sempat membuka Instagram dan teringat sebuah pertanyaan yang aku ingin bahas sebelum bertemu Farhan.

“Bro, aku tiba-tiba teringat suatu hal deh. Entah, gimana aja gitu kok lupa nanyain ini.”

“Kenapa bro?”

“Tentang percakapan kita terakhir waktu itu, sih sebenarnya. Aku ga nyangka loh kamu jadi suka sama E-girls dan ninggalin AKB48, padahal dulunya kita sering debat loh waktu kamu bahas tentang AKB48 dan memaksaku untuk jadi fans AKB48 juga. Hahaha.”

“Semuanya berawal dari sebuah reaction video yang aku nonton, dan ujungnya aku ketagihan deh nyari info tentang mereka.”

“Hahaha. Udah ku bilang kan apa, kerenan mana sekarang ketimbang AKB48?”

“Aku suka loh sama dance mereka, dan memang juga sih, aku kan ngefans sama hip-hop. Jadi, entah kenapa auranya dapat. Betewe, jujur loh, Kaede cakep juga yah.”


“Jelas dong, haha. Cewek idaman aku sejak zaman kuliah malah. Apa kamu juga ikut ngefans sama dia? Ya gapapa sih, tapi jangan juga deh. Ga enak saingan mah.”

“Mmm. enggak sih, untungnya, Kaede mah tinggi tapi kayak tiang. Aku sebenarnya lagi senang sama Nonoka tuh, entah kenapa mukanya cocok aja kalo gabung AKB48, imut-imut gitu, apalagi sekarang rambutnya pendek. Entah kenapa makin menggoda aja gitu, apalagi pas lihat story dia di IG, waduh aja gitu.”

“Wah, parah nih ngomongin fisik. Hahaha. Sebenarnya, Kaede adalah sebab kenapa aku berhasil mencapai angka 559 hari di counter NoFap aku. Entah, karena kesukaanku dan mimpiku untuk kelak bertemunya, atau gimana. Tapi, tidak hanya itu saja. Aku pun sekarang menerapkan sebuah konsep dalam hidup yang membuatku bertahan hingga angka tersebut dan mungkin menargetkan di angka 730 alias 2 tahun.”

“Ohya? Gimana emang?”

“Karena kesukaanku dengan sosok Kaede ini, aku sampai kepo nama Kaede loh, ternyata ya artinya maple. Sebenarnya, aku terinspirasi darimu juga sih, waktu itu kamu sempat membahas tentang nama Sakura juga dan sempat jadikan itu sebagai sebuah motivasi gitu lah dengan menggunakan beberapa filosofi, karena kesukaanmu dengan Sakura yang dari HKT48 itu. Aku menerapkan cara yang sama juga dan aku menemukan sesuatu yang menarik, aku coba cari berbagai literatur atau karya sastra yang mengangkat nama Maple alias Kaede sendiri. Sampai, aku pun membangun sebuah konsep dalam hidupku yang aku beri nama Kaede Mentality.”

“Kaede Mentality?”

“Jadi, aku sebenarnya merumuskan ini dari sebuah blog yang khusus dibuat tentang pohon maple, pembuatnya Hajime Hayashida ga salah. Waktu itu, dia kebetulan mengaitkan beberapa karya sastra Jepang entah itu puisi ataupun novel yang mengaitkan atau setidaknya membuat sebuah referensi dengan pohon maple. Awalnya, aku juga dapat dari artikel dari sebuah situs gitu, di situ disebutkan bahwa pohon maple itu merupakan simbol dari keanggunan, kenikmatan atau keindahan. Dan, di bagian akhir artikelnya itu, disebutkan pernyataan seperti ini,


Sumber gambar : Sumber

“Pada pohon maple, kita tidak hanya melihat bagaimana cantiknya bunga-bunganya atau cemerlangnya daun yang berwarna merah, namun kita juga bisa melihat kekosongan dan kesepian setelah musim semi selesai.”
Dari sini, aku mulai mengambil sebuah pesan, bahwa pohon maple ini benar-benar mengajarkanku akan bagaimana realitas dari perubahan tersebut. Ya, tadi, hidup ini memang ibaratnya roda, kadang kita di atas, kadang juga di bawah, prosesnya selalu berubah-ubah seperti warna daun maple, kadang kita sering lihat ada dia itu warnanya hijau, kuning, bahkan ada juga yang merah dengan berbagai macam arsiran. Intinya, apapun yang terjadi, selalu cintai segalanya. Bukankah itu makna indahnya hidup? Kalau hidup konstan mah, bosen loh sumpah. Hidup ini memang perlu ada bumbunya biar enak.”

“Iya sih, aku juga baru sadar tanpa ada hal-hal buruk, tanpa ada orang-orang yang merendahkanku, mungkin kita tidak akan tahu siapa kita sebenarnya. Kita juga memang butuh seorang yang membenci kita, untuk mengetahui apa yang bisa kita lakukan kelak. Sekarang, Alhamdulillah, aku sudah cukup nyaman dengan pilihan itu.”

“Tapi, apa yang terjadi, pastinya kamu akan kembali dalam siklus itu, ya, tinggal gimana cara kita menyikapinya dan tentu juga bereaksi akan hal tersebut. Kamu ingat kan waktu aku dikeluarin dari kampus karena fitnahan asusila itu? Padahal, aku sudah melakukan berbagai pembelaan, tetap saja aku dikeluarkan. Awalnya, aku depresi sempat juga kepikiran untuk bunuh diri, cuma ya, mau gimana lagi, sudah terjadi toh. Masa, kita mengeluhkan tentang apa yang sudah terjadi, mental apa itu, mental banci sih pastinya. Sekarang, tinggal kita nikmati aja seluruh proses hidup itu. Yang jelas aku ga kabur dari segala masalah itu, aku nikmati aja hidupnya. Dan sekarang ya, pas kuliah di kampus baru, jadi semakin nyaman aja gitu, pas kerja di sini, juga sering banget toh merasa stress, dapet tuntutan deadline, artikel dikritik habis-habisan, tapi, aku sering aja sih ngambil nikmat dari semuanya. Itulah kenapa sampai sekarang ini, aku sangat bahagia dengan segala yang aku lakukan di sini sebagai jurnalis, memang dari penghasilan tidak sekeren dokter, tapi pasti ada rasa senang aja gitu ketika dinikmati.

Semangat aja bro Farhan! Ingat tadi, prinsip Kaede Mentality ya! Selalu nikmati setiap detik yang ada, Syukur.”

“Siap bro!”

Setelah berbicara cukup panjang, akhirnya kami pun berpulang setelah sholat Isya’ berjamaah, aku sendiri harus kembali ke kantor untuk beberapa jadwal liputan dan Farhan juga kembali ke kampus untuk urusan penelitian. Dan, selama di perjalanan, terutama setelah berpisah, aku mengucapkan satu hal,

“Farhan, naskahmu justru tidak membuatku benci padamu. Aku justru semakin kagum dengan apa yang sudah kamu lakukan, kamu berani untuk berkata jujur tentang semuanya, kamu tidak menyalahkan semuanya ke orang lain. Dan, kamu berani menggabungkan segala hal yang kamu suka di naskah ini. Satu lagi, kamu membuatku semakin bersemangat untuk kerja di sini mencari segala kebaikan.

And one more thing, Farhan, what a battle you just have! Memang, yang kamu harus salahkan bukanlah dirimu, tapi salahkan sifat inersia itu. Kamu sudah melawan setan yang kamu namai sebagai “INERSIA”. Selamat atas kemenanganmu! Semoga sukses di perang berikutnya!”

OoOoOoOoO

--------------------------------------------------------------------------------

Bagian cerita ini adalah salah satu bagian yang belum sempurna dari karangan novel terbaru saya berjudul "INERSIA" yang akan dirilis pada tahun 2019-2020. Jadi, aku minta saran dari teman-teman semua akan bagian ini, dan mungkin bisa bertanya juga jika perlu. Mohon kritik dan sarannya! Insya Allah, akan ada rilisan novel baru lagi jika memungkinkan baik itu dari segi finansial. Terima kasih semuanya! Farhandika Mursyid

Comments

  1. tentang kcanduan pornografi ini ya. haduh. memang untuk melepas suatu hal yg dah ‘nempel’ itu agak susah, kayak mau ngelupain mantan yg ninggalin pas lagi sayang-sayangnya aja, pasti susah.. lagi-lagi stalking akun IG-nya. 😂

    lama juga ya dirilis nya. tahun 2019z

    ReplyDelete
  2. semoga terbitnya sesuai jadwal ya
    semoga bisa best seller
    temanya lumayan bagus

    ReplyDelete
  3. Yaah kok Tari cuma dibahas sedikit :(
    Coba dong jelasin kenapa Farhan sampe sempet naksir sama Tari, apalagi katanya pacar tari ganteng banget yee kan :'D

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebagai yang menuliskan ini, saya merasa gagal.
      tapi, ga papa deh.

      Delete
  4. Aku malah fokus ke daun maple lho, baru tahu kalau daun maple banyak penggemarnya. Sampai-sampai ada yang membahas khusus gitu. Mana kemarin baru dapat novel tentang daun ini pula, jadi rasa-rasa di dunia bagian barat

    ReplyDelete
  5. Dari judul Inersia lumayan bikin penasaran....

    Di dunia ini memang begitu, ada yg baik dan buruk. Ada yg iri dan jg ada yg dukung. Muter terus kaya roda

    ReplyDelete
  6. Saya kagum dg Mas Farhan, tidak malu mengungkapkan kegelisahan hati dan masalah yang dialami dalam sebuah buku. Beginilah seharusnya seorang manusia menyikapi masalah, kalau bisa malah memacunya menghasilkan sebuah karya. Semangat Mas Farhan! Jangan fokus pada masa lalu, masa depan lebih indah untuk ditapaki. Tetaplah menulis agar jiwamu menjadi tenang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dulunya aku kalo resah, sering gundah loh di sosmed. Ya kayak remaja labil biasanya lah.

      Delete
  7. Memang orang-orang yang enggak suka pada kita dan menampakkannya secara langsung, justru membuat kita menjadi lebih baik dan kuat. Ya, syukuri saja semuanya. Hidup ada suka dan duka pastinya :)

    ReplyDelete
  8. MAs Farhan keren banget , ini mendalami profesi lain ya.. diluar orofesinya. berapa lama nih melakukan cek dan ricek? semoga menemukan penerbit yang cocok yah

    ReplyDelete
  9. Nikmati setiap detik yang ada..n bersyukur..
    .

    Ini quote kece banget #noted

    ReplyDelete
  10. Hkt48 mas ini idol ya ternyata haha. Semoga cerita ini akan sukses dan banyak peminatnua walau lama terbitnya mas.

    ReplyDelete

Post a Comment

Terimakasih telah mengunjungi blog pribadi saya. Jika suka, jangan sungkan-sungkan lho untuk berkomentar. Salam kenal!

Popular posts from this blog

Cerita Buruk di Sepertiga Terakhir Malam

sebuah reuni | detik-detik terakhirmu

Puisi | Menanti Waktu Berhenti