Fokus Menulis mulai Tahun 2017? #CurhatGue Ep. 7

14 Januari 2017, 08:18 a.m (GMT+7)

Pagi hari ini gue awali dengan mencari sumber-sumber untuk tugas gue dan tentu saja beriseng sejenak di dunia maya. Jujur, gue sendiri mulai merasa galau akan karir menulis gue ini. Yang jelas di tahun 2017 ini gue akan merilis buku pertama gue setelah berjuang berbulan-bulan melawan penyakit umum para penulis yaitu writer's block.

Sekedar info, writer's block adalah sebuah kondisi dimana penulis mulai kehilangan semangatnya untuk menulis. Tentu saja menulis secara produktif. Mereka kehilangan ide atau inspirasi tertentu. Itu juga yang sering kali gue rasakan. Apalagi jika harus berhadapan dengan yang namanya konsistensi, yang sudah menjadi kelemahan absolut dalam diri gue.

Seketika gue mulai kepikiran lagi untuk menulis di Kompasiana, mulai berpikir tentang cara nyari duit halal dari Kompasiana yang terkenal banget tidak memberikan sepeser apapun kepada penulisnya. Ibaratnya seperti blogging tanpa Adsense. Padahal jika dilihat kembali, tulisan gue itu sebenarnya bisa menghasilkan uang banyak untuk gue sendiri. Apalagi ditambah dengan gue yang mulai memiliki pembaca yang cukup sabar menanti tulisan gue, meski mungkin harus berakhir dengan PHP dari gue sendiri.

Kembali ke pagi tadi, ya, gue mulai membaca tulisan terakhir gue di Kompasiana tentang Penghargaan pada skena Hip-Hop Indonesia sendiri. Artikel tersebut memang banyak dikritik karena tidak setajam artikel hip-hop yang gue buat sebelumnya. Tetapi, dari sisi positif, gue mulai dikenal beberapa kalangan besar hip-hop. Sehari setelahnya, para pembesar hip-hop seperti Doyz, John Parapat, Mas Doniel (ex grup Neo) ataupun 8 Ball juga turut memberikan umpan balik terhadap tulisan gue, serta pendekatan yang gue lakukan dalam tulisan gue. Mereka memberikan nasehat berharga dan terus mensupport tulisan gue. And yez, i love that way!

Dan seketika, gue pun tidak menyangka bahwa muncul komentar di artikel Kompasiana gue dari seorang jurnalis favorit gue dari majalah entertainment terkenal di Indonesia. Benar-benar mimpi di siang bolong. Dia ingin meminjam artikel gue untuk diterbitkan di halaman mereka. Kaget! Meskipun gue telat menyadari komen itu karena sudah berlangsung sejak 1,5 bulan lalu. Setidaknya, gue mulai sadar bahwa tulisan gue sudah dianggap relatif serius oleh berbagai kalangan.
(Terima kasih, Kompasiana!)

Dari situ, gue mulai memikirkan satu hal yang cukup krusial dalam hidup gue.

"Haruskah gue pusatkan karir gue di bidang menulis tahun 2017?"

Jika gue masih berstatus mahasiswa, atau pelajar SMA, mungkin pertanyaan ini akan lebih mudah terjawab. Mengingat pada usia tersebut, pilihan masih banyak dan masih belum banyak penyesalan yang ada. Sekarang, gue berstatus sebagai koass, atau lebih tepatnya mahasiswa program profesi kedokteran. Sebuah program transisi dari mahasiswa FK setelah sukses meraih gelar Sarjana untuke memperoleh gelar dr. (Dokter). Terkenal juga dengan sebutan Dokter Muda.

Jika kalian mencari kata "koass" di Google, pasti anda menemukan pernyataan soal susahnya menjadi koass, atau kondisi koass yang selalu dijadikan babu, atau situasi mereka yang benar2 bikin depresi, karena berada dalam kasta terbawah dari proses pelayanan di rumah sakit. Percayalah. Itu semua benar adanya. Terkadang, kita harus stay 36 jam di RS tanpa dibayar sepeserpun, bahkan kita yang membayar administrasinya. Hal itu akan berjalan dalam waktu 2 tahun, jika tidak ada masalah.

Pelaksanaan masa koass ini memang cenderung membuat depresi bertambah. Entah itu dari proses pelaksanaan, dari segi staff yang otoriter, ataupun kondisi kelompok yang kurang kondusif. Bahkan, jika tidak terbendung lagi, bisa saja berakibat ke munculnya pikiran untuk bunuh diri atau mencederai diri sendiri. Bisa saja. Bahkan saya pun sempat berada pada fase itu.

Depresi berat juga yang membuat saya mulai kembali merasaka writer's block, bahkan saya sendiri masih berada pada bulan ke 7 pada fase koass ini. Saya bisa saja menyalahkan fase ini atas kehilangan ide dalam kegiatan menulis produktif saya. Sehingga pada usia saya yang 21 tahun ini, saya kembali bertanya tentang tujuan hidup dan passion hidup saya.

Pada usia ini, mulai muncul pikiran sesat untuk keluar dari fase koass yang ga jelas ini. Mungkin ini hanya pikiran goblok dan penuh resiko, karena saya akan mempertaruhkan dan mengotori harga diri saya di depan keluarga yang tentu saja berharap saya memperoleh gelar dokter. Mereka pastinya berharap semoga ketika mereka sakit, saya yang akan menyembuhkan mereka. Belum lagi di depan teman-teman ataupun teman-teman orang tua saya yang selalu dipamerkan tentang status saya kepada mereka. Dilema besar.

Tetapi, saya mulai teringat sebuah pidato di akhir lagu "The Incredible True Story" milik Logic.

"Better to have a short life that is full of what you like doing rather than a long life spent in a miserable way."

Tentu saja, kita tidak tahu kapan kita akan meninggalkan dunia ini. Apakah dalam waktu lama atau sebentar lagi.
Tentu saja, kita ingin melakukan sesuatu yang benar-benar kita senang untuk menjalaninya. Meskipun ada halang rintang, tetap diarungi dengan santai dan senang.

Gue pun menyenpatkan diri untuk konsultasi ke orang tua gue tentang perasaan hati gue sekarang ini yang benar-benar tidak tahu arah. Yang gue dapatkan hanyalah motivasi untuk tetap melanjutkan, bahkan pertimbangan gue untuk berhenti dan melanjutkan karir menulis gue dianggap sebagai keputusan yang goblok dan menganggap gue terkesan sombong dengan kesuksesan gue yang cukup instan dalam menulis. Bahkan, mereka juga ikut berkata apakah kamu sudah kerasukan setan. Reaksi yang cukup logis. Mengingat, gue sudah satu tahun lagi memperoleh gelar "dr." a.k.a "Dokter". Mungkin jika gue curhat ke orang terdekat gue, pasti akan berujung ke jawaban yang sama.

Gue sendiri menyadari bahwa gelar dokter itu penuh dengan tanggung jawab, tetapi tidak sedikit dokter yang mulai berpikir untik keluar dari lapangan mereka. Hal itu jugalah yang membuat gue mulai pertimbangkan masa depan gue. Terutama seorang dokter sekarang ini sudah tidaklah se-elit yang orang-orang pikir.

Terkadang, gue mulai merasa iri dengan profesi jurnalis ataupun penulis sebuah situs. Bagaimana mereka bisa menyumbangkan sebuah tulisan, entah itu fakta ataupun opini yang benar-benar mengagumkan dan menggugah banyak orang. Tidak sedikit juga orang yang hidup layak dengan goresan pena ataupun ketikan di keyboard. Bahkan, gue sendiri mulai mencari celah dengan iseng mendaftarkan diri sebagai penulis lepas (freelancer). Keputusan yang cukup berani.

Bahkan, dalam perjalanan ngeblog gue, gue juga menemukan seseorang mantan mahasiswa FK yang sukses menjalani bisnis blog. Hal ini tentu menbuktikan bahwa kita bisa berkarir dan sukses jika kita senang dengan apa yang kita lakukan.

Bagaimana jika aku meneruskan di lapangan yang bahkan aku tidak suka untuk berada di sana.

Mungkin asumsi bahwa aku akan menjadi "dumb doctor" bakal beredar dimana-mana, apalagi dalam kondisi seperti ini, saya mulai mera

Pasti tidak semua orang ingin dirinya ditangani oleh seorang yang dianggap sebagai "dumb doctor"?
Iya kan.

Kembali ke pertanyaan sebelumnya, apakah aku akan fokus menulis mulai tahun 201?

Jawaban yang mungkin akan muncul adalah.
"Semoga Allah mempermudah aku untuk menjawabnya".
Amin.






Comments

  1. Wah keren nih...
    Nulissslah lumayan buat menyembuhkan penat otak dari belajar penyakit hihi.
    Sukses terus yah, Han!

    ReplyDelete

Post a Comment

Terimakasih telah mengunjungi blog pribadi saya. Jika suka, jangan sungkan-sungkan lho untuk berkomentar. Salam kenal!

Popular posts from this blog

Cerita Buruk di Sepertiga Terakhir Malam

sebuah reuni | detik-detik terakhirmu

Kritik Membangun Untuk Hip-Hop Indonesia!