sebuah reuni | mimpi tentangmu
ICU,
April 2019
“Dok, kayaknya tadi
sampean mimpi indah, deh. Pake ngigau segala, lho! Wis jatuh cinta, tah
sampean? Ciyeeee. Hahaha.”
Omongan dari Mas Aldi di
jam Subuh itu membuatku bergidik malu. Mimpi yang terjadi semalam itu memang
sangat indah sekali. Aku bahkan sampai bingung gimana cara untuk merespon
perkataan itu. Sembari itu, Mas Aldi l angsung bergegas ke pasien untuk memantau
kondisi pagi ini. Suasana di ruangan ICU hari ini sangatlah aman. Jumlah pasien
hari ini hanya satu dan untungnya, kondisinya hari ini relatif stabil. Begitu
juga yang terjadi di bangsal lain, tidak ada panggilan kegawatan atau semacamnya.
Paling hanya jam 10 malam kemarin, saat aku diminta untuk menulis resep di
Bangsal Dewasa.
Tak terasa, sudah hampir
dua bulan aku menjalani tugas sebagai dokter internship di Rumah Sakit (RS)
ini. Meskipun baru menjalani stase ruangan, namun entah kenapa aku merasa bahwa
RS ini cukup membuatku nyaman. Perawat yang ramah dan kompak serta jumlah pasien
yang tidak terlalu banyak bisa dibilang mengurangi rasa sesak yang aku temukan di
tempat ini. Selama shift malam tadi, aku habiskan dengan sekadar canda tawa
dengan para perawat yang ada. Kadang, kami membahas soal film, musik, bahkan juga
percintaan.
Namun, selama tugas di
sini, pikiranku masih sering mengarah ke satu hal.
Iya, gadis yang hadir
dalam mimpiku tadi malam itu. Sudah sangat lama aku tidak berjumpa dengannya. Aku
masih ingat bagaimana sedihnya di kala kami harus berpisah di bandara saat pacarana
dulu yang relatif singkat. Atau, berapa besarnya volume air mata yang aku
keluar saat aku baca berita buruk tentangnya dulu. Mengingatnya saja masih
membuatku terluka.
Cinta, seandainya aku
bisa mengulang waktu, mungkin aku akan melarangnya untuk pergi ke rumah mantannya
dulu. Membayangkan mukanya saja sudah membuatku muak. Aku selalu berharap
semoga dia membusuk di rumah pesakitan itu. Kabar yang beredar, dia sudah
dipenjara 30 tahun tanpa banding. Sebuah hukuman yang sangat tidak diharapkan dari
kejadian tragis yang menimpa gadis molek itu.
OoOoOoOoOoO
“Dok. Ayo, dok. Jelaskan
lho. Sekarang sudah jam setengah enam. Kan sudah disampaikan toh hasil EKGnya
ke dokter Lita? Yowis, aku wis tak sabar dengar cerita sampean.”
“Lah, ono opo karo dokter
Gani, Mas?”
“Sampeyan gak dengar tah,
Mbak Tita? Kemarin itu, dokter Gani ngigau lho, terus raut mukanya itu senyum gitu,
Mbak. Mau tak rekam terus tak share ke grup perawat ICU, tapi gak enak aku.”
“Eeee.. iyo tah? Waah,
dokter Gani wis jatuh cinta tah? Ayo, dok. Aku juga tak sabar dengerin cerita
itu.”
Serangan dua arah dari Mas
Aldi dan Mbak Tita di pagi itu turut membuatku bingung apakah aku harus mulai
cerita atau tidak. Tentunya, jika aku cerita sepenuhnya, pasti akan jadi cerita
yang sangat ambyar. Aku tidak mau pagi yang cerah ini harus dimulai dengan kisah
sedih. Aku tidak mau bertanggung jawab jika cerita itu akan berakhir menjadi
kelabu. Sebuah warna yang sangat berlawanan dengan sinar mentari yang mulai menembus
jendela ruangan ICU itu.
Aku hanya bisa jawab,
“Kalo aku ceritain, pastinya
akan panjang. Aku tak mau bertanggung jawab atas risiko yang terjadi ke
depannya. Bisa terjadi infeksi pada kenangan, perdarahan yang menyamar dalam bentuk
air mata, atau komplikasi lainnya.”
Setelah itu, aku melihat
raut muka mereka yang sedikit berubah. Setidaknya, sebuah rahasia bisa aku
simpan di detik ini. Namun, tidak memungkinkan jika itu bisa terbongkar oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab. Misalnya, satu orang yang mulutnya gampang
bocor kayak Raka. Atau, orang yang jago dalam jurnalistik cabang investigasi.
Ah, aku jadi teringat
kata Nina dulu saat koass di stase IPD.
“Hidupnya Gani itu kok ga
menarik banget. Bosen banget, mendem mulu di rumah, ga pernah keluar-keluar.
Hanya sibuk dengan pikiran introvertnya, tok. Gak asik ah, kamu.”
OoOoOoOoOoO
Jam dinding sudah
menunjukkan pukul 6.50 pagi. Tanpa terasa, aku sudah cukup lama mempertahankan kerahasiaan
mimpiku tadi di depan Mas Aldi. Mbak Tita hanya tertawa saja melihat kami
berdua. Aku bahkan sudah mengeluarkan berbagai argumen supaya Mas Aldi bisa mengerti.
Namun, kami hanya saling menyerang argument satu sama lain. Mulai dari
traktiran sampai hal lainnya. Dan, lambat laun, satu persatu petugas shift pagi
pun berdatangan. Begitu juga dengan temanku, Rika. Aku pun langsung berteriak
bebas setelah sekian lama berjuang mempertahankan kerahasiaan mimpiku itu. Tentu
saja, teriakan itu hanya muncul di dalam hati. Bukan dalam mulut. Aku terlalu
pemalu untuk berteriak.
OoOoOoOoOoO
Setelah operan kami semua
selesai, petugas shift malam langsung balik ke masing-masing tempatnya. Di
jalan pulang ke parkiran, aku masih berusaha melawan nego dari Mas Aldi. Kali
ini, sudah berbagai metode yang dia terapkan, masih belum pantang menyerah. Aku
pun coba buka sedikit demi sedikit, tapi tidak semuanya.
“Jadi gini, Mas. Aku tadi
itu ketemu selebriti idolaku. Wajar toh, aku tersenyum puas. Kadang, nek, aku
tidur itu, aku pasti doyan menggigau. Itulah sebabnya aku jarang tidur selama
jaga malam. Takut itu kebongkar.”
“Oalaaah. Ya, sampean ngomong
ae, dok. Nek itu kan wajar, toh? Tak kirain ketemu pacar atau gimana. Masa
sampe mesti nunggu 1,5 jam gini. Yo wis lah, dok.”
OoOoOoOoOoO
Pagi ini adalah awal dari
libur panjang yang aku dapat selama 5 hari. Entah kenapa, sistem jaga di sini
sangatlah menyenangkan. Di sini, kami menganut penedekatan work hard play
hard. Tidak seperti biasanya, setelah jaga ini, aku justru langsung bawa
motorku ke belakang RS. Kebetulan, RS kami letaknya dekat dengan kompleks pelabuhan.
Bisa dibilang, tempat ini adalah tempat yang relatif dekat dengan latar yang
ada pada mimpiku semalam. Di kota ini, pantai terdekat masih berjarak satu jam
dari RS tempat kami.
Aku pesan segelas teh
panas, minuman yang kami nikmati selama di mimpi itu. Benar-benar menyesuaikan
dengan apa yang terjadi dalam mimpi tadi. Memang, dunia nyata tidaklah sesuai
dengan alam mimpi. Namun, mencari yang sedikit lebih mendekati pun sudah dirasa
cukup. Setelah semuanya tersaji, aku coba duduk dan mulai merancang apa yang sempat
aku susun dalam memori.
OoOoOoOoOoO
Pagi itu, aku membawa
motorku ke sebuah pantai. Entah kenapa, sejak bertugas di kota ini, aku semakin
kangen akan pantai itu. Terakhir kali aku ke sana itu kira-kira bulan Februari
tahun lalu. Aku selalu teringat janjiku untuk membawa seseorang ke sini. Ke
sebuah pantai yang mengingatkanku masa KKN dulu. Masa di mana seharusnya aku
sudah mulai membangun cinta dengan seseorang, malah semuanya gagal akan
kesalahanku dulu.
Namun, semuanya sudah
berlalu. Kali ini, entah kenapa, mimpi itu membawaku bergerak menuju pantai
itu. Aku sempat berhenti sejenak dan baca chat dari Lek Supri, Dia katanya gak
jadi ke pantai karena ada urusan mendadak di keluarganya. Namun, aku sendiri
masih bingung atas dasar apa aku diturunkan langsung saat aku naik motor. Tidak
ada penjelasan terkait motif yang menyebabkan aku berada di situ. Namun, ini
adalah mimpi, bukanlah seperti apa yang terjadi di dalam Inersia dulu.
Tanpa disadari, aku
langsung sampai di pantai yang tujuan. Langit di atas cerah berawan, ideal
untuk menuntaskan rinduku akan suasana pantai itu. Tumben juga, saat aku turun
di pantai itu, suasanya bersih. Entah, apakah karang taruna di sana sedang
rajin-rajinnya atau karena ada perwakilan KKN lagi yang bertugas di sana. Suasana
pantai juga relatif sepi, berbeda dengan pantai-pantai lainnya yang tersebar di
kota itu. Apalagi, satu pantai yang letaknya dekat dengan bandara yang baru
dibuka. Sudah terlalu ramai, hingga aku mulai malas ke sana.
Aku turunkan motor itu di
depan pantai itu. Sudah muncul beberapa perubahan di sana. Salah satunya, mulai
munculnya spot-spot untuk berfoto selfie. Ada yang membentuk logo cinta, atau
juga yang pakai ayunan. Namun, spot-spot tersebut tidak menganggu keindahan
pantai yang selama ini aku kagumi. Mereka hanya mengambil 1-2% dari luas pantai.
Tanpa pikir panjang, aku turun dari motor dan jalan menuruni gundukan pasir yang
merupakan ciri khas dari pantai itu.
Perlahan-lahan,
sembari berjalan ke arah tepi, aku mulai merasa putaran angin yang ada itu
mulai menenangkan jiwaku yang sempat kalang kabut. Mulai aku nikmati semuanya
dengan mata terpejam, dari udaranya, pasirnya, atau suara airnya yang
benar-benar menyejukkan sanubari. Di saat, aku menikmati pejaman mataku.
OoOoOoOoOoO
Tiba-tiba,
aku mendengar sebuah suara yang akrab bagiku. Sebuah suara gadis yang aku
kenal. Gadis yang selama ini aku kenal. Bukankah dia sudah di alam yang berbeda.
Ah, entahlah. Tapi, suara itu semakin lama semakin menggodaku untuk bergerak
mencari sumber suara itu. Aku tidak merasakan adanya genggaman ataupun hentakan.
Pastinya, gadis itu tidak mungkin ada di jarak yang sangat dekat. Aku buka
mata, dan cari sumber suara itu.
Semakin
dekat. Tanpa dirasa, jantungku mulai berdebar kencang saat melihat wujud dari
suara itu.
Aku melihat seorang gadis yang aku kenal sebelumnya. Gadis yang
sekarang sudah tinggal di dunia yang lainnya. Entah, bagaimana nasibnya di
sana. Cuma, aku coba dekati suara itu. Aku coba peluk dia menandakan seberapa
besar rasa kangenku pada gadis itu.
Di
saat, jarakku semakin dekat. Aku coba peluk gadis itu.
OoOoOoOoOoO
Dan,
di situ pulalah, rekaman mimpi itu harus berakhir. Aku terjatuh karena berlari
menghadapi tanjakan pasir yang sangatlah terjal.
Lucunya,
entah kenapa saat itu air mata tidak lagi berurai melainkan yang ada hanyalah
respon bahagia yang muncul spontan.
Apakah
ini menjadi sebuah pertanda?
Cinta,
apakah memang kami akan dipertemukan lagi?
Ah,
entahlah. Tanpa dirasa, segelas teh panas itu telah habis aku nikmati. Saatnya
untuk kembali dan beristirahat. Semoga memang ini segera terjadi. Amin.
Pasti deg deg an banget saat bertemu ya kak. PAsti mimpi ini akan disimpan di memori terdalam, berharap alam bawah sadar kembali memutar mimpi yang sama, jauh lebih panjang hingga akhir. Ceritanya mengalir kak. aku ngikutin mimpimu hahahah, kepengen punya mimpi indah tapi beda versi
ReplyDeleteTanpa epilog, aku menyimpulkan bahwa tokoh utama telah berpindah ke alam yang sama dengan gadis yang tinggal di kenangannya. Penutup cerita malah membuatku kembali ke awal lagi. Atau gimana, nih?
ReplyDeleteMimpi indah pasti akan tersimpan lama dalam memori, sebenarnya sama kayak Mas Aldi, penasaran sama kissh lengkapnya, tapi khawatir akan membuka luka lagi
ReplyDeleteMungkin krn saking kangennya sama gadis itu jdnya sampai kebawa mimpi gitu. Apalagi kalau org itu adalah rg yang disayang, pasti susah dilupakan, khususnya kalau kenangannya terlalu manis. Jgn ketemu dulu lha dr. Gani, msyarakat masih butuh pak dokter hehe
ReplyDeletemenurutku sih kalau sudah terbawa mimpi biasanya emang sengaja di stel di alam bawah sadar nih. Kayanya emang berniat sekali ingin dipertemukan ya kang. Mudah mudahan ada jalan benaran di dunia nyata
ReplyDeleteKok aku gak berpikir sejauh kak Susindra yaa..
ReplyDeleteTapi, memang masuk akal kalau penulis mengarah ke sana...
Aga merinding juga...kalau cinta dipersatukan dalam keabadian.
Ahahahaha... Maaf, kebanyakan mengkhayal. Tapi tentu kembali ke penulis sebagai "Tuhannya" tulisan reksan ini. Bagaimana Mas Farhan?
DeleteMimpi memang bunga tidur, kadang kita juga tak sadar kalau sedang ngigo.. Aplgi klw lagi kasmaran, pasti yg diinget itu orang sedang di incar. Hehehe
ReplyDelete