Kolaborasi Shakespeare Muda Hip-Hop Indonesia (#BedahKarya)


Hai, para pembaca! Kali ini kembali bertemu dengan saya, setelah sekian lama berputar-putar di fase rotasi klinik alias koass. Akhirnya, kembali lagi setelah selesai Uji Kompetensi Dokter (mohon doanya biar lulus perdana).

Di segmen #BedahKarya kali ini, saya akan coba sedikit membedah karya berupa lagu dari Tuan Tigabelas berjudul Do It. Sekedar info saja, lagu ini baru saja dirilis minggu lalu melibatkan tujuh rapper muda yang berbakat. Ada Laze, Saesar, Mario Zwinkle, Joe Million, Zico, Ariel Nayaka, dan Matter Mos. Sebuah kombinasi yang menurutku memiliki potensi inflamasi skena hip-hop.

Menurutku, lagu ini cukup buat orgasne membran timpani. Dimana, tema besar yang diajukan di sini adalah bagaimana mereka semua melakukan pendekatan ke kultur hip-hop sendiri. Disajikan bersama beat boombap yang slow memberikan efek sedasi, mereka tetap menunjukkan skill lirikal yang mereka punya. Ditambah lampiran vokal chorus dari Tuan Tigabelas yang cukup baik di sini.

Lagu ini dimulai dengan verse dari si empunya lagu. Aku sendiri cukup kagum dengan kemampuan bercerita yang dibawakan terutama ketika dia berkata,

“Pernah pergi ke satu label, mereka tak tertarik/
Katanya ku tidak lucu, tak punya gimmick/
Tapi begitu karirku beranjak naik/
Mereka telpon balik/
Ku bilang kalian bisa suck my d**k.”

Kemudian muncullah Laze, seorang rapper yang sudah terkenal dan sudah punya album berjudul “Waktu Bicara”. Di lagu ini, ada sedikit kebingungan yang muncul terutama ketika muncul kata,

“Oppa menang Grammy bukan Psy dengan Gangnam”

Meskipun itu, aku tetap suka konten Laze dimana dia ingin membuat rap yang dikenang oleh keturunan dengan diet bergizi yang kaya akan nutrisi. Aku juga suka dengan ketika munculnya referensi “hantam” dan “antam” dikombinasi dengan flow tripletnya itu.

Kemudian di verse ketiga, Saesar muncul dengan lirik Bahasa Inggris. Aku sendiri melihat ada kesan dark pada bagaimana cara dia mendekati lirik. Si empunya PreachJa ini memang aku dengar pada lagu seperti “Yungin”, memang ada sense campuran antara Fat Joe dicampur Meechy Darko. Jujur, di antara delapan verse yang disajikan, verse Saesar ini yang aku paling kurang suka. Meskipun bagus, terutama saat ada kata “microphone slayer/ killing versed every layer”.

Kemudian, di verse keempat, ada rapper Timur dari Hellhouse Jogja (ya, maafkan saya belum pernah bertemu mereka meski satu domisili), Mario Zwinkle. Rapper yang membuatku tertarik dari lagu “Funk Yeah” ini melakukan pendekatan dengan menghubungkan rap dengan nuansa film laga. Sebuah pendekatan yang cukup lazim dilakukan rapper Indonesia Timur. Contohnya ada pada lagu MukaRakat bertitelkan Ellyas Pical.

Sedangkan di verse berikutnya, rapper Joe Million muncul dengan rima yang memiliki referensi politik atau sosial. Meskipun jika diperhatikan lebih dalam lagi, emosi liriknya hampir mirip dengan Mario Zwinkle namun keduanya masing-masing punya kelas yang berbeda, diksi dari Mas Joe ini yang membuatku tertarik untuk mengulik lebih dalam, terutama saat album Vulgar itu.Bagian favorit saya muncul pada kalimat ini

“Dengan boombap bungkam rapper Oompa Loompa/
Delapan mic gabungkan dan warnai ketukan/
Detonasikan yang masih memalingkan muka/
Restorasikan kembali dinasti yang rusak/”

Kemudian, muncul rapper Zico yang jujur, aku hanya tau dia berasal dari Aceh dan dia cukup sering ngerap dalam bahasa Inggris. Belum ada waktu untuk berkopulasi dengan karya musiknya. Namun, aku sempat melihat sedukit ada aura Eminem dari dirinya, dimulai dari kata “My Name is…” dan terutama saat dia berkata “Still sleeping on the same beat since last week/ blank sheets wasted cause my nosebleed”. Sedikit membuatku rindu akan Eminem di masa The Eminem Show. Tapi, pendekatan yang dia lakukan condong kontradiktif dimana rapper sebelumnya condong memberikan kezan negatif terhadap industri. Dia condong sedikit positif, tapi tetap menarik untuk diikuti.

Bagian berikutnya ada Ariel Nayaka, seorang rapper yang cukup terkenal membawakan rima berbahasa Inggris. Rimanya memang tidak begitu akrab di telingaku namun untuk kali ini, ada beberapa kata yang aku kagumi seperti saat dia mengarahkan ke “fake rapper” dengan referensi a la Call of Duty. Dan, dia juga mencoba membuat perbedaan karena itulah jalan terbaik baginya.

“If i go and speak my mind, everybody say i am rude/
But if i just stay quiet, they still lookin at me too/
So, i think i’d rather make a difference with this music/”

Dan, verse terakhir ini justru dibilang sebagai verse favorit saya di lagu ini. Saya sangat suka bagaimana Matter Mos seilah menyimpulkan apa yang sebenarnya mereka berdelapan ini lakukan. Dan, tidak lupa juga melakukan komparasi dengan Shakespeare dengan tetap menghargai para pendahulu. Ada satu bagian juga yang saya sangat kagum dari sini,

“Apakah Top 40 representasikan yang asli, atau yang penting catchy tapi tak sarat isi.”

Lagu ini merupakan sebuah kolaborasi yang dapat disamakan dengan ketika saya mengatasi rotasi klinik ke beberapa departemen di Rumah Sakit. Para konsulen (dokter spesialis) selalu mengajarkan saya akan pentingnya profesi dokter, dan bagaimana cara mereka melakukan pendekatan ke pasien dalam keluhannya. Benar-benar berbeda tapi tetap satu tujuan, memberikan hal positif yang dapat dikenang untuk keturunan kelak.

Tabik, teman-teman!


Rating : 8.5 / 10
Tiga verse favorit datang dari Matter Mos, Tuan Tigabelas dan Joe Million.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Buruk di Sepertiga Terakhir Malam

sebuah reuni | detik-detik terakhirmu

Puisi | Menanti Waktu Berhenti