the love theory - nanako (part 1)

sumber gambar : Instagram

Di sebuah kafe itu, aku sedang mengerjakan beberapa tugas sembari mendiamkan diri dari kesibukan yang melanda akhir-akhir ini. Di kala kepanikanku muncul akan hasil uji kompetensi yang cukup mengisi kepalaku dengan berbagai gejala Gangguan Cemas Menyeluruh. Pikiranku tiba-tiba mengambang ke beberapa hal yang cukup aneh, seperti

“Apakah aku lulus atau tidak?”
“Berapakah nilai yang aku dapatkan jika memang lulus?”
“Apakah aku akan sukses membantahkan keraguan orang-orang terhadapku?”
“Jika aku lulus, siapa yang akan aku undang kelak ke sumpahku?”
“Jika memang sudah sumpah, aku akan internship di mana?”
Entahlah, memang sudah sering pikiranku mengambang sampai ke zona yang tak seharusnya. Sampai, aku sering menunda pekerjaan di depan mata hanya karena pikiran tersebut. Psikiaterku memintaku untuk menemukan cara menghilangkan rasa cemas itu masuk ke pikiranku. Ditemani dengan segelas kopi yang ku pesan, aku coba garap ketik satu per satu tulisan di laptop silver yang aku baru beli. Dengan headset merah di telinga hadiah ulang tahun, aku cari sedikit inspirasi. Dan, tiba-tiba di saat pemutar musik mengarahkan ke lagu “Smile For Me” dari E-girls, muncul sebuah pesan berbahasa Inggris di akun Twitter dari sebuah akun yang aku tidak ketahui asal usulnya. Melihat dari foto profilnya, sepertinya akun ini berhubungan dengan negara Jepan, karena waktu itu, menggunakan foto sebuah maskot legendaris bernama Funassyi. Karakter yang juga menjadi favoritku di masa “jahiliyah”.

Hi! Is this Gani from Indonesia?

Di kala itu, aku sempat bingung akan menjawab apa. Tentu saja, akun itu bisa tau namaku dan asal daerahku berhubung akunku tidaklah aku kunci, sehingga siapapun bisa saja dengan gampang membaca cuitanku di Twitter. Meskipun, akhir-akhir ini, aku hanya membuka aplikasi tersebut hanya untuk mencari hiburan. Entah itu, dari meme yang beredar ataupun kumpulan cuitan yang mengandung kadar cringe cukup tinggi, dapat menginfeksi hingga ke tulang. Namun, tentu saja orang itu memang paham bahwa aku berasal dari Indonesia. Cuma, atas dasar apa orang itu mencoba untuk mengirimkan pesan itu, dan kenapa harus aku. Aku coba jawab dengan kalimat

Yes, I am. Who is this?

Butuh waktu lama bagi akun bertuliskan @na_cooklife ini untuk menjawab pesanku. Sembari itu, aku coba sedikit stalking akunnya. Kebanyakan, tulisan keriting Jepang yang masih belum aku pelajari lebih dalam. Pengetahuanku soal aksara Jepang hanyalah sebatas beberapa huruf Hiragana dan Kanji saja, masih gagal dalam memahami kalimatnya sendiri. Itu juga efek karena pernah bantu pegang akun fanbase waktu itu. Ya, setidaknya masa “jahiliyah” itu membuatku belajar akan kebudayaan Jepang sedikit demi sedikit. Ketika melihat akunnya, aku tetap terbingung sehingga ujungnya melihat berbagai foto yang dia bagikan. Cukup sering foto makanan, tapi sayangnya tidak ada foto mukanya. Akun itu sepertinya dibuat belum setahun yang lalu. Asumsiku sepertinya mungkin dia adalah orang baru yang hanya ingin berkenalan saja.

Namun, jika memang beneran ingin kenalan, kenapa dia memulai percakapan dengan memastikan namaku dan asal negaraku. Bukannya jika berkenalan dapat dimulai dengan mengenalkan dirinya, kenapa harus kayak gini? Aku pun mulai bingung ntah kenapa, sampai aku lupa akan betapa pentingnya tugas yang akan aku lakukan ini. Aku hanyalah fokus siapa jati diri akun ini sebenarnya. Hingga, aku pun teringat akan sebuah cerita masa lalu yang cukup indah, dan terjadinya juga kebetulan di akun Twitter ini. Tapi, bagaimana dia bisa tahu padahal aku sudah berganti akun Twitter karena alasan pribadi. Waktu itu, aku sendiri cukup benci akun Twitter lamaku yang melambangkan kealayan di kala itu. Jika aku bisa baca cuitan di akun tersebut sekarang ini, mungkin aku akan depresi berbulan-bulan. Tuhan, benar-benar masa yang bodoh kala itu.

Setelah melalui beberapa analisis, kesimpulanku pun mulai menguatkan ke satu orang, iya, Nanako Yamashita. Perempuan yang aku sempat kenal di sosial media. Pertemuan kami kala itu berawal dari 7 tahun yang lalu. Semuanya berawal dari percakapan di situs Omegle, ya, situs di mana kami bisa bercakap dengan orang yang dipilih secara acak. Ya, benar-benar acak kala itu, dan entahlah, kadang apakah bisa dapat orang yang baik, bisa juga dapat orang yang pikirannya jorok. Sayangnya, mayoritas prevalensinya mengarah ke kelompok akhir tadi. Bisa dibilang dari 10 kali aku coba klik untuk memulai percakapan, sekitar 7 orang memulai dengan menanyakan hal seperti “Hi! Asl?” yang merupakan kepanjangan dari “Hi! Age and sex location?”. Sampai, ada juga yang menanyakan “Hi, handsome! Want my hot pictures? Go to this link!”. Menggantikan ke percakapan video justru semakin memperburuk keadaan. Silahkan coba saja, dan segera persiapkan dimenhidrinat bersama anda.

Pertemuan aku dan Nanako sendiri bisa dibilang percakapan yang paling menyenangkan dalam karir singkatku di Omegle. Awalnya, kami hanyalah bercakap-cakap tentang profil diri, serta alasan daerah. Dari situ, aku mulai paham bahwa dia sendiri mengenal situs Omegle dari seorang teman, dan dia belum paham tentang aplikasi tersebut. Di kala itu, lingkaran pertemananku pun juga kerap pamer teman-teman yang mereka dapat dari Omegle, ada yang dari Turki, ada yang dari Brasil, ada juga yang sampai ke Liberia sana. Ketika tahu bahwa aku berasal dari Indonesia, dia pun coba untuk melanjutkan pembicaraan. Awalnya, karena dia pernah kenal waktu itu tetangga dari Indonesia, dan tetangganya itu sangat ramah dan baik ke dia. Sekarang, sudah tidak lagi di sana. Sehingga, percakapan ini sempat membawanya ke ruang nostalgia kala kecil dulu. Ohya, dia juga berasal dari prefektur Saitama, sebuah prefektur yang masuk dalam wishlist-ku ketika sudah sampai Jepang, selain Tokyo, Osaka, dan Fukuoka.

Percakapan kami pun semakin akrab hingga ujung-ujungnya kami saling bertukar sosial media. Meskipun, aku masih meragukan sosok Nanako ini sebenarnya. Apakah dia asli atau hanyalah bahan keisengan belaka dari cowok Jepang yang jomblo. Memang, temanku sendiri pernah cerita, bahwa kebanyakan cowok Jepang itu baru menikah di usia 30 tahunan, tidak sedikit juga yang justru bertahan jomblo hingga akhir hayat. Cukup logis jika melihat ke piramida penduduk Jepang sekarang ini, dimana presentasi popuiasi anak sekolah justru lebih kecil dari populasi usia 30 tahun ke atas. Tapi, harapan hidup mereka juga tinggi, jadi dapat diwajarkan.

Oke, kenapa jadi sesi pelajaran Geografi gini ya?

Dalam beberapa bulan, aku pun semakin intens komunikasi dengan Nanako, Isi pembicaraan kami bermacam-macam. Mulai dari budaya masing-masing negara, soal agama dan politik, hingga kartun ataupun musik favorit. Lantas, aku pun mulai memahami sosok Nanako, terutama setelah melihat foto selfie yang pernah dia bagikan di Twitter kala itu. Dia sangat cantik untuk ukuran seleraku, posturnya sedang untuk ukuran wanita Asia umumnya, kulitnya warna sawo matang, dengan rambut yang lurus sebahu, dan dilihat lebih jauh, sangat mirip dengan ibuku. Benar-benar tipe cewek yang aku kagumi di saat itu. Dia pun tidak pernah berpose seksi, hanya kasual saja tanpa perlu pakaian minim atau apapun, dan selalu menjaga kesehatan dengan baik. Dan, saat itu, dia juga cerita kalau dia belum punya waktu untuk berpikir tentang pacaran, sembari berencana untuk membuat usaha restoran dan mempelajari kuliner sedalam mungkin, terlihat juga dari kebiasaannya dalam membagikan info kuliner via Twitter.

Tetapi, beberapa tahun sudah lamanya, apakah Nanako masih ingat denganku? Tentu dalam waktu 5 tahun itu, dia sudah bertemu banyak teman, mungkin juga pernah pacaran dengan teman cowoknya, atau mungkin juga sudah punya kerjaan, mengingat umurnya yang tidak jauh beda denganku. Tidak seperti aku yang masih berstatus pengangguran dan menunggu tempat dimana aku kerja kelak dalam waktu setahun ini. Mungkin dia akan mengingat teman yang dia jumpai setiap hari ketimbang teman yang jaraknya 5745 Kilometer darinya. Angka itu pun lebih besar dari jumlah penyakit yang pernah aku pelajari baik di masa pre-klinik ataupun saat rotasi klinik. Ah, tidak mungkin itu terjadi.

Aku pun coba kembali kerjakan tugasku yang tadi, sembari mencoba mengabaikan pikiran delusiku tentang Nanako tadi. Mungkin, saja, memang hanya kebetulan. Dia juga tidak menyebutkan kota asalku dimana, hanya dari Indonesia saja. Masih banyak kok orang bernama Gani di Indonesia. Satu persatu ketikan aku jamah, hingga satu ketika, muncul kembali notif di akun Twitterku, ternyata akun itu tadi mulai membalas pesanku.

It is Nanako, from Saitama, Japan! Long time no see, how are you doing now?

Sontak, aku pun tidak percaya dengan isi pesan tersebut. Ingin aku berteriak kaget, tapi, aku sedang di kafe, mungkin orang-orang sudah lari keluar atau mungkin juga merekam momen di mana aku kerasukan. Berbagai macam reaksi muncul setelah pesan itu muncul. Tetapi, panik tiba-tiba datang menghampiri dan berbisik, “Yakin, ini beneran Nanako? Apa malah cuma prank?”. Aku pun merespon dengan normal dan berkata,

I am doing good. What about you? Anyway, is this really Nanako Yamashita?

Kali ini, dia cukup cepat membalas, mungkin cukup santai atau gimana kondisi saat itu, dia menjawab

Yes, doctor! It is me, Nanako Yamashita! I am doing really good.

Pernyataan “Yes, doctor” tadi cukup membuatku yakin bahwa ini beneran Nanako yang aku pikirkan tadi. Lantas, aku tinggalkan tugas yang baru sedikit aku garap. Aku coba bercakap lagi dengan Nanako, mengulang momen lama yang indah kala itu. Sebuah pertemuan yang tidak disangka akan terjadi lagi di sosial media, setelah sekian lama tidak ada kabarnya. Betapa senangnya aku karena ini. Terima kasih, Tuhan, karena telah membuatku bahagia di kala stress ini. Dia cerita bahwa akun lamanya diabaikan karena beberapa alasan pribadi, sehingga dia sering berbicara di akun yang sekarang.

Ternyata, setelah beberapa menit dihabiskan untuk nge-chat, Nanako pun bercerita bahwa dia sudah membuka usaha restoran kecil bersama teman dekatnya, dengan menggunakan resep yang dia pelajari sebelumnya. Selain itu, dalam beberapa bulan ke depan, dia akan mengunjungi beberapa kota di Indonesia. Karena, selain membuka restoran tadi, dia juga kerja sebagai penulis rubrik kuliner di sebuah majalah terkenal di Jepang. Dan, ternyata salah satu kota yang akan dia kunjungi adalah Yogyakarta. Setelah melihat jadwal, ternyata kunjungannya ke Yogya juga sangat tepat dengan waktu aku masih di sini.

“Okay, I think we can meet when I am in Jogja. Wow! It’s been a long time, and I truly never thought this will happen. See you, doc, in Jogja! Congrats for your achievement and I will pray for your success! Hope we can chat a lot there!”

Kami menutup pembicaraan dengan membuat janji untuk bertemu ketika sudah sampai di Yogya. Pembicaraan yang tidak aku duga akan terjadi lagi, mengulang indahnya beberapa tahun lalu tersebut.  Dan, aku pun kembali mengerjakan tugas yang ada dengan motivasi yang bertambah akan janji dengan Nanako tadi. Memang, benar, tidak aku sangka akan bertemu dengan cewek impian yang aku temukan di sosial media, di Yogyakarta, kota yang sudah memberiku banyak kenangan hidup.

Ya, kenangan hidup yang telah membuatku sukses membangun teori. Sesuai istilah vital orang Minangkabau, “Alam Takambang Jadi Guru”, semua pengalaman hidup yang aku dapatkan tentu aku jadikan pelajaran berharga, entah itu baik ataupun buruk. Begitu juga dengan cinta. Yogyakarta sudah memberikanku banyak hal tentang cinta, mulai dari kehidupan sosial media selain Nanako, kehidupan di masa kuliah dan rotasi klinik, sampai kehidupan yang haram sekalipun. Ya, ini adalah sebuah teori tentang cinta yang sudah aku rumuskan dari kehidupan kelamku akan cinta tersebut.

Last but not least, see you in this city, my dear Nanako. Hope you will be happy to meet me here.

Comments

  1. Nama Nanako khas sekali ya mas Farhan, waktu baca langsung ingat Jepang. Terus entah kenapa kok aku ingat film chibi Maruko Chan

    ReplyDelete
  2. aku dulu waktu SMA punya juga teman chatting di Yahoo Messenger dari Jepang. tapi sekarang entah kemana. ga pernah kontak2 lagi

    ReplyDelete
  3. Nanako dari sudut pandang Farhan selalu menarik disimak dan karakternya kayaknya sweet banget

    ReplyDelete
  4. Selain nanako, kalo denger dadi jepang aku juga langsung ingat sama sadako mas :") si hantu yang bisa keluar dari dalam tv :")

    Tapi mudah-mudahan Gani bisa bertemu dengan nanako di yogya :) untuk me-nyatakan kemayaan yang salama ini sudah terjalin

    ReplyDelete
  5. Semoga rencana pertemuan dengan Nanako bisa berjalan lancar ya, Kak.
    Keren juga nih, pertemanan bertahun-tahun masih bisa berjalan, meski sempat hilang komunikasi ya...

    ReplyDelete
  6. Teman yang baik tidak akan pernah melupakan teman yang lama walaupun jarang berkomunikasi. Bagus, nih, ketemuannya di media sosial, semoga pertemanan kalian berlanjut, ya. Dan semoga pertemuan itu bisa berjalan dengan lancar. Ditunggu cerita selanjutnya. :D

    Ngomong-ngomong, Nanako cantik, ya, hehe. :)

    ReplyDelete
  7. Aku udah lama gak ngechat sama teman dr negara lain. Pernah tuh malah dia gak bisa bahasa Inggris. Setres deh krn gak nyambung, hahaha


    Semoga pertemuan kembali dengan Nanako bisa menyenangkan ya!

    ReplyDelete
  8. Mbok ya aku sekali kali di stalking gitu lho mas... ditraktir makan hahaha. Betewe nanti kalau udah ketemu jangan lupa foto bareng ya mas, biar aku turut berbahagia dan kita bisa senyum senyum penuh suka cita

    ReplyDelete
  9. Wah, dari zaman "asl please" sampe sekarang masih nyambung yaa.. hihihi.. kalo aku udah lupa semua tuh teman2 chat zaman itu, gak ada yg berkesan soalnya :D

    Semoga ntar ketemunya dengan Nanako dalam keadaan bahagia, ya :)

    ReplyDelete
  10. Ini cerita real ya? Wah selamat bertemu. Aku juga di Jogja lho, siapa tahu bisa nimbrung, eh enggak ding nanti malah ada yang cemburu, hehe

    ReplyDelete
  11. Uwaaaa kutunggu lanjutan episodenya yaaa
    Nggak sabar pengen tau kisahnya. Apakah kayak kisahnya cinta dan rangga yang pas di jogja. Hahahaa


    Btw, kumasih belum bisa membedakan ini diary atau fiktif. Hahah

    ReplyDelete
  12. Ini nyata atau fiksi ya? Kalau nyata coba deh mas terbang ke Jepang, kopdaran sama Nanako hehehe.
    Punya teman lintas benua itu menyenangkan, bisa kenal kebudayaan mereka jg ya...

    ReplyDelete
  13. Salah satu manfaat blog walking juga gitu..., Kita sering mampir "berguru" berinteraksi saling berkomentar di blog. Sebenarnya sedang menyerap ilmu aebanyak2nya upgrade wawasan...

    ReplyDelete
  14. Kalau dulu Ada sahabat pena.. skrg jd sahabat online ya.. kalau bisa sampai meet up itu seru banget.. apalagi beda negara..semoga rencana ketemunya lancar ya farhan

    ReplyDelete
  15. Ceritanya bagus kak, tulisan tentang merangkai masa depan lewat kata kata. Akan lebih elok rasanya jika dilanjutkan ke bab selanjutnya yang berisi kelanjutan hubungan dengan nanakonanako.

    Misal.seputar pertemuan yang sesuai perjanjian, apakah nanako secantik di foto, dsb. Lha di bagian inilah, bisa memaksimal daya khayal sesuai keinginan ^^

    ReplyDelete

Post a Comment

Terimakasih telah mengunjungi blog pribadi saya. Jika suka, jangan sungkan-sungkan lho untuk berkomentar. Salam kenal!

Popular posts from this blog

Cerita Buruk di Sepertiga Terakhir Malam

sebuah reuni | detik-detik terakhirmu

Puisi | Menanti Waktu Berhenti